Sabtu, 11 Desember 2010

PENGAJIAN UMUM

PENGAJIAN UMUM MASJID AL-ITTIHAD


  • HARI/TANGGAL : MINGGU, 12 DESEMBER 2010
  • WAKTU                : 19.00 S/D SELESAI
  • TEMPAT               : MASJID AL-ITTIHAD
  • ALAMAT              : JL. SUKAGALIH GG.H.GOZALI RW.07 KEL.CIPEDES KEC.SUKAJADI BANDUNG 40162
  • PENCERAMAH   : KH.LILI SOMANTRI

BAGI IKWAN DAN UKHTI YANG BERKENAN HADIR DI TUNGGU DI MASJID AL-ITTIHAD


Penyelenggara : Qoyyim Masjid Al-ittihad


Senin, 11 Oktober 2010

PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH, PERSIS, NU DAN MASYUMI




DARI BERBAGAI SUMBER
PENDAHULUAN


Masyarakat Indonesia dewsa ini merupakan masyarakat peralihan yang mengalami transformasi sosial, politik ekonomi dan budaya yang cepat serta memperoleh pengaruh dari dunia luar secara intens, industrialisasi, urbanisasi, sekulerisasi, polarisasi masyarakat Indonesia yang cendrung menjadi berbagai kelas merupakan proses yang terus berjalan dengan segala macam implikasinya. Dalm kontekes perubahan atau pembaharuan inilah organisasi islam yang berkembang dalam bidang agama dan politik yang banyak di bahas di kalangan masayarakat luas, dan juga di makalah ini terdapat empat organisasi islam yang berkembang di Indonesia yang berkenaan dengan masalah keagamaan dan politik dari prasejarah hinga hingga pembaharuan keislamannya.


PEMBAHASAN


A. Muhammadiyah

Ketika Muhammadiyah didirikan oleh KH, Ahmad Dahlan pada tahun 1912, umat islam sedang dalam kondisi yang sangat terpuruk, Bersama seluruh bangsa Indonesia, mereka terbelakang dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah kemakmuran dan ekonomi yang parah serta kemampuan politis yang tidak berdaya. Lebih memperhatinkan lagi identitas keislaman merupakan salah satu poin negatif kehidupan umat, Islam waktu itu identik dengan profil kaum santri yang selalu mengurusi kehidupan akhirat sementara tidak tahu dan tidak mau tahu dengan perkembangan zaman, Sementara lembaga organisasi keagamaan juga masih berkelut dengan urusan yang tidak banyak bersentuh dengan dinamika realitas sosial apalagi berusaha untuk memajukan.

Ajaran islam seakan menjadi belenggu yang semakin membenamkan umatnya kepada situasi yang tidak berharga dan tidak berdaya, disisi lain kelompok masyarakat yang terdidik menjadi alergi dengan islam dan kaum muslim karena dianggap sebagai sumber keterbelakangan masyarakat dan tidak bisa dijadikan jalan untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Sebagaimana tercermin dalam profil pendirinya Muhammadiyah hadir sebagai pendobrak di inspirasikan oleh gerakan pembaharuan islam di dunia internasional yang ditokohi jamaludin Al-afgani, Muhammad abduh, Rasyid Ridho dan lain-lain, Muhammadiyah bergerak menggali nilai-nilai islam yang benar dan universal sebagai petunjuk hidup dan kehidupan. Kemudian Muhammadiyah berkembang dalam arah gerakan modernis, sebagai avan grade masyarakat Indonesia yang sedang bangkit dari tidur panjang selama tiga setengah abad di bawah kolonialisme, sejalan dengan logika modernisme secera akumulatif Muhammadiyah berkembang menjadi jaringan organisasi besar dengan amal usaha yang makin meningkat dalam jumlah dan ragamnya.

Ada dua arah perkembangan Muhammadiyah dalam kerangka kemodernanya, yaitu yang pertama pertumbuhan dan kemajuan ide tentang pertumbuhan growth dan kemajuan progress merupakan dua kata kunci utama kebudayaan modern yang menggambarkan akumulasi jumlah quantity dan peningkatan keragaman diversity.Keduanya merupakan rumusan atau turunan dari ciri utama modernisme dan materialisme Muhammadiyah mencoba menyuntikkan nilai-nilai materialisme kedalam masyarakat yang telah keropos karena mengaggap kehidupan materi duniawi tidak memiliki nilai-nilai secara religius.

Arah perkembangan kedua adalah sistematisasi, yang merupakan rumusan turunaan dari prinsip modernisme, sistematisasi ini tidak mengarah organisasional dengan dibentuknya berbagai majelis dan organisasi otonom melainkan juga dalam kehidupan beragama, mulai di bentuk lembaga untuk mensisitematisir pemahaman, pemikiran dan pelaksanaan peribadatan yaitu majelis tarjih dan hasilnya disistematisir dalam sebuah manual himpunan putusan tarjih, kedua trobosan tersebut, pertumbuhan, perkembangan, kemajuan dan upaya membangun masyarakat umat islam dari masyarakat bodoh, miskin terbelakang dan terjajah hinga menjadi masyarakat yang mandiri, makmur dan berpendidikan. (Abdul Munir Mulkhan. 1990, hal; 1-2)

Dua arah perkembangan tersebut di jadikan oleh organisasi Muhammadiyah dalam kerangka modernisasi dan sistematisasi itu merupakan rumusan untuk memajukan agama islam yang murni menurut Al-Qur’an dan sunnah rosull

Karanka pandangan dunia modernis makin lama makin banyak maendapat kritik karena dianggap tidak lagi sesuai, orang-orang modrnis dianggap telah melangkah terlalu jauh dengan menjadikan rasionalisme dan materialisme bukan lagi perangkat analisis, melainkan sebagai ideologi, dengan menjadikan materialisme dan rasionalisme sebagai ideologi orang-orang modernis telah mutlak kedua nilai tersebut dan gagal melihat berbagai keterbatasan yang inheren di dalamnya.

Orang-orang muhamadiyah belum mampu memahami bahwa bentuk gerakan mereka merupakan sebuah hasil pemikirannya untuk mengatasi tuntutan keadaan, krangka organisasi modernis hanyalah sarana untuk mengaktualisasikan nilai-nilai keislaman dalam konteks masyarakat pada waktu itu, modernisme bisa dikatakan bukan substansi gerakan yang di bangun oleh K.H.A Dahlan hingga kinipun orang lebih mengenal gerakan anti TBC (tahayul, bid’ah, dan curafat) dan bukan gerakan sosial dan budaya.

Prinsip utama gerakan Muhammadiyah merupakan hasil pemahaman terhadap ajaran islam yang termaktub dalam al-qur’ann dan sunnah hasil pemahaman demikian dirumuskan sebagai pola kelakuan perjuangan muhammadiyah yang kemudian mendorong memberi arah dan bentuk setiap aktifitas Muhammadiyah, keseluruhan dari prinsip perjuangan Muhammadiyah dapat dikelompokan menjadi lima prinsip yaitu; Prinsip gerakan islam

1. Prinsip gerakn sosial
2. Prinsip gerakan dakwah
3. Prinsip gerakan ilmu
4. Prinsip gerakan tajdid

Dari 5 prinsip tersebut merupakan sistem gerakan muhammadiyah dalam pembaharuan islam, Dilain pihak KH, Ahmad Dahlan juga melihat perlunya dilakukan pembaharuan system pendidikan islam dari pesantren menjadi system pendidikan modern, karena itu tidak mengherankan jika berdirinya muhammadiyah diawali dengan “pendiri sekolah islam, yaini gabungan antara pendidikan umum dengan system madrasah, dirumah sendiri dikampung kauman yogyakarta, melalui lembaga pendidikan inilah pendiri Muhammadiyah ini mencoba merealisasikan gagasannya untuk menjadi organisasi sosial keagamaan berlebel Reformasi. (Abdul MM, 2000: 157), hubungan sistematik kelima prinsip gerakan Muhammadiyah menjadikan setiap akivitas harus menjalankan kelima prinsip tersebut, hal ini berarti bahwa suatu kegiatan sebagai penerapan satu prinsip lainnya bahkan sekaligus merupakan penrapan prinsip lainnya, namun demikian karena prioritas nya diterapkan sebagai nsatu prinsip gerakan tertentu, maka arh utama dari kegiatan tetap didasarkan pada prinsip garakan.

Kehadiran sebuah organisasi sosial keagamaan dengan predikat pembaharu pada dasa warsa kedua, abad kedua puluh ini dipandang sebagai satu kemajuan besar dikalangan umat islam.. Tradisi keagamaan yang dipengaruhi oleh budaya keraton dan sinkretis, menyebabkan K.H.A. Dhlan memilih pembaharuan sebagai upaya memurnikan ajaran islam, dengan cara mengembalikannya kepada dua sumber utama yaitu; Al-Qur’an dan As-sunnah. (M.Rusli Karim, 1986; 17-18)

Sejak Muhammadiyah didirikan “bernawitu” menjadi gerakan islam sesuai dengan bimbingan Allah dalam A-Qur’an serta teladan Rosulullah dalam fikiran modern yang selaras dengan kedua basis sebelumnya, dengan dasar-dasar tersebut Muhammadiyah mampu menumbuhkan cara hidup yang dinamik, rasional, dan individualistic serta gaya hidup kota yang duniawi dan mampu mengkombinasikan pola dan metodeorganisasi barat yang modern dengan prinsip dan nilai islam mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, jadi jelas pilihan yang dijatuhkan, sebagai gerakan tjdid menempati dua sisi mata uang yang sama. Pemurnian islam dari segala bentuk bid’ah dan kurafat serta penerapan islam dalam masyarakat dengan pola dan metode modern.

Dengan Islam benar Muhammadiyah menjadi kokoh, teguh dan berpribadi dengan ilmu-ilmu modern Muhammadiyah lebih mudah menerapkan islam dalam kehidupan masyarakat.

Etos Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan islam terlalu sederhana untuk hanya dikaitkan dengan masalah kekuasaan politik apa lagi jabatan presiden, menteri atau DPR. Karena itu, penting bagi Muhammadiyah untuk tetap konsisten pada jati dirinya sebagai gerakan sosial dan budaya, jika pada satu masa nampak ketergiuran kader gerakan ini pada permainan kekuasan adalah pertanda dari sebagai pusat keunggulan peradaban, walaupun demikian, bagi muhammmadiyah, kejkuasaan atau partai politik bukansesuatu yang di pandang tidak panting atu di luar keberadaan dirinya sebagai gerakan sosial atau kebudayaan.

Di dalam dinamika demokrasi politik kebangsaan dan orientasi pad aide masyarakat madani di masa depan peran penting Muhammadiyah justeru terletak psda kemampuan gerakan menempatkan diri sebagai pencerah peradaban sebagai etos gerakannya. Inilah sebenarnya pesan pembaharuan kiayi Ahmad Dahlan, sehingga pada awal kemunculannya ia mampu menyerap berbagai pusat keunggulan pada masanya.

Gerakan tersebut mulai berubah lagisetelah mengalami formalisasi atas pembaharuannya dalam berbagai lembaga dan terutama sesudah pengembangan Tarjih sebagai lembaga fatwa hukum fikih, sejak itu tidak lama pendiri wafat, sebenarnya gerakan ini mulai mengalami proses tradisionalisasi, Muhammadiyah seolah-olah identik dengan tarjih yang kemudian diartikan hanya sebagai lembaga fatwa syariah (fikih).

Formalisasi dan tradisionalisasi itu menjadi lebih hebat sesudah ketertarikan Muhammadiyah terhadap kekuasaan dan permainan politik praktis menjadi semakin besar tidak lama sesudah kemerdekaan, tahun 1945 khususnya bersamaan dengan berdirinya Masyumi, salah satu penyebabnya ialah kekaguman para aktivis Muhammadiyah terhadap keberhasilan kiayain Ahmad Dahlan dalam membangkitkan semangat sosial dan kebudayaan pemeluk islam, demikian pula keberhasilan kyaiA hmad Dahlan mendorong tumbuhnya berbagai amal usaha atau berbagai lambaga sosial yang terus bertambah hampir tanpa seinngat terutama di bidang pendidikan dan kesehatan, pemujaan kebesaran diri itulah kemudian yang menyebabkan aktivisnya merupakan peran sejarah yang bisa dan harus dimainkannya.











B. PERSIS (PERSATUAN ISLAM)

PERSIS sebagai organisasi yang berlebel Modernis lahirnya persatuan islam di telah memberi warna baru bagi sejarah peradaban islam di Indonesia, persis yang lahir pada abad ke-20 merupakan respon terhadap kerakter keberagaman masyarakat islam di Indonesia yang cendrung sinkretik, akibat pengaruh prilaku keberagaman masyarakat, Indonesia sebelum kedatangan islam praktik-2 sinkretisme ini telah berkembang subur, akibat sikap akomodatif para penyebar islam di Indonesia terhadap adat-istidat yang sebelumnya telah mapan. Meskipun tidak dapat di pungkiri, bahwa keberhasilan penyeberan islam juga tidak lepas dari sikap akomodatif. Bagi PERSIS, praktik sinkretisme merupakan kesesatan yang tidak boleh dibiarkan berkembang dan harus segera dihapus karena bias merusak sendi-sendi fundamental agama islam.

Hal lain yang mejadi sasaran reformasi yang dilakukan persis adalah kejumudan berfikir yang dialami oleh sebagian besar umat islam Indonesia akibat tklid buta yamg mereka lakukan dalam menjalankan syari’at agama. Sebagai mana diketahui, bahwa praktik peribadatan masyarakat Indonesia pada umumnya didasarkan pada hasil rumusan para imam mazhab 800 tahun silam, Mereka beranggapan bahwa, hasil ijtihad para imam mazhab tesebut merupakan keputusan terbaik dan harus di ikuti apa adanya.(M.muksin, 2007; 224)

Dilacak dari akar sejarahnya, reformasi yang diusung persis merupakan pengaruh dari faham wahabi melalui para pendirinya, yaitu ketika organisasi persis pertama kali didirikan dikaota, di pelopori oleh H. Zam-zam dan H. Muhammad Yunus, mereka adalah ulama persis yang pernah pengenyam pendidikan di darul ulum, mekkah tempat berkembangnya paham wahabi. Hasil beklajar H. Zam-Zam ini kemudian di tularkan kepada segenap rekannya seperti H. Muhammad Yunus dan beberapa rekan lainnya yang sama-sama melakukan kenduri secara rutin di bandung, yang di isi dengan kajian-kajian keislaman dan teks-teks klasik dari ulama salafi. Muhammad yunus sendiri, meskkipun dia tdak pernah belajar di mekkah, dia memiki kemampuan bahasa arab, serta memiliki semangat yang tinggi untuk mengkaji kitab-kitb bahasa arab yang di belinya, dari hasil kajian-kajian inilah kemudian lahir pemikiran gerakan dan keislaman sebagai refleksi kritis terhadap situasi dan kndisi masyarakat islam indonesi, pemikir pembaharu yang banyak menentang praktik keagamaan yang tradisional dan banyak di pengaruhi oleh pemikiran salafi. (Muksin jamil, 2007: 225-227)

Dalam kepemimpinan persis periode pertama (1923-1942) berada di bawah pimpinan H. Zam-zam, Muhammad yunus, Ahmad hasan, dan Muhammad Natsir yang menjalanka roda organisasi pada masa penjajahan colonial belanda, dan menghadapi tntangan yang berat dalm menyebarkan ide-ide dan pemikiranna. Pada masa penduduk jepang (1942-1945), ketika semua organisasi islam dibekukan, para para pemimpin dan anggot persis bergerak sendiri-sendiri menentang usaha Niposisasi dalam pemusyrikan ala jepang,hingga menjelang proklamasi kemerdekaan pasca kemerdekaan, persis mulai reorganisasi yang telah di bekukan selama penduduk jepang, Melalui reorganisasi tahun 1941, kepemimpinan persis di pegang oleh para ulama generasi kedua diantaranya KH. M. Isa Anshari, sebagai ketua umum persis (1948-1960), K.H.E. Abdurahman, Fakhrudin Al-khahiri, K.H.O. Qomaruddin Saleh, dan lain-lain.

Pada masa ini persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil, pemerintah republik Indonesia seperti mulai tergiring kearah demokrasi terpimpin yang di rancangkan oleh presiden Soekarno dan mengarah pada pembentuk negara dan masyarakat dengan ideologi Nasionalis, agama, komonis (NASAKOM), Setelah berakhirnya periode kepemimpina K.H. Muhammad Isa Ansshary, kepemimpinan persis di pegang oleh K.H..E. Abdurahman (162-1982) yang dihadapkan pada berbagai persoalan eksternal dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang menyesatkan seperti aliran pembaharu isa bugis, isa bugis, islam jama’ah, darul hadist, inkarus sunnah, syi’ah, ahmadiyah dan faham sesat lainnya. Kepemimpinan K.H.E Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A LAtif Muctar, MA (1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses regenerasi dari tokoh-tokoh persis kepada eksponen organisasi otonom kepemudaan (pemuda persis).

Pada masa kini persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang lebih realitis dan kritis, Gerak perjuangan persis tidak terbatas pada persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas pada persoalan-persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas kepada persoalan strategis yang di butuhkan oleh umat islam terutama pada urusan muamalah dan peningkatan pengkajian pemikir keislaman.(http://persatuan islam.wordpress.com, 2010, 14:30)

Jadi persis pada saat ini sangat dibutuhkan oleh umat islam terutama pada urusan muamalah dan pengkajian pemikiran keislaman dan juga gerak perjuangan persis itu tidak terbatas pada persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi juga meluas pada persoalan strategis.

Pada dasarnya, perhatian persis ditujukan terutama pada faham Al-Qur’an dan sunnah, hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tablgh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren ), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta, serta berbagai aktifitas keagamaan lainnya, tujuan utmanya adalah terlaksananya syari’at islam secara kaffa dalam segala aspek kehidupan, untuk mencapai tujuan jam’iyyah, persis melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang mulai dengan mendirikan pesaantren persis pada tanggal 4 maret 1936, dari pesantren persis ini kemudian berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal (taman kanak-kanak ) hingga perguruan tinggi, kemudian menerbitkan berbagai buku, kitab-kitb, dan majalah antaralain majalah pembela Islam (1929 ), majalah Al-fatwa,(1931), Al-lissan (1935), majalah At-taqwa (1937) majalah Al-hikam (1939), majalah Aliran islam (1948), majalah risalah (1962), serta berbagai majalah yang di terbitkan di cabang-cabang persis.

Selain pendidikan dan penerbitan, kegiatan rutin adalah menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak di gelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif pimpinan pusat persis maupun permintaan dari cabang-cabang persis, undang-undang dari organisasi islam lainnya, serta masyarakat luas..



C. Nahdatul Ulama (NU)

Nahdatul ulama (NU) lahir pada tanggal 31 januari 1926 di Surabaya, organisasi ini di prakarsai oleh sejumlah ulama terkemuka, yang artinya kebangkitan para ulam, NU didirikan untuk menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional, atau sebagai reaksi atas prestasi ideologi gerakan modernisme islam yang mengusung gagasan purifikasi puritanisme, pembentukan NU merupakan upaya peorganisasian dan peran para ulama, pesantren yang sudah ada sebelumnya, agar wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan di luaskan jangkauannya dengan kata lain didirikannya NU adalah untuk menjadi wadah bagi usaha mempersatukan dan menyatukan langkah-langkah para ulama dan kiai pesantren. (Muksin jmil, 2007; 227)

Dalam pandangan NU tidak semua tradisi buruk, usang, tidak mempunyai relevansi kekirian, bahkan tidak jarang, tradisi biasa memberikan inspirasi bagi munculnya modernisasi islam penegasan atas pemihakkan terhadap “warisan masa lalu “ islam di wujudkan dalam sikap bermazhab yang menjadi typical NU, dalam memahami maksud Al-Qur’an dan hadist tanpa mempelajari karya dan pemikiran-pemikiran ulama-ulama besar seperti, Hanafi, Syafi’I, Maliki, dan Hambali hanya akan sampai pada pemahaman ajaran islam yang keliru.

Demikian juga dalam pandangan kiai, hasyim yang begitu jelas dan tegas mengenai keharusan umat Islam untuk memelihara dan menjaga tredisi islam ditorehkan para ulama klasik. Dalam rangka memelihara system mazhab kiai Hasyim merumuskan gagasan ahlusunnah waljama’ah yang bertumpa pada pemikiran, AbuHasan al-asyari, Mansur Al-Maturdi imam Hana fi, Maliki, syafi’I, dan Hambali, serta ima Al-ghozali, junaid Albaghdadi dan imam mawrdi.



Pada dasawarsa 1980 dan 1990 terjadi perubahan mengejutkan didalam lingkungan Nahdatul Ulama ormas terbesar di Indonesia. Perubahan yang paling disoroti media massa dan sering menjadi bahan kajian akademis ialah proses kembali ke khitthah 1926: NU menyatakan diri keluar dari politik praktis dan kembali menjadi jam’iyyah diniyyah, bukan lagi wadah politik, dengan kata lain, sejak muktamar sutibondo (1984)p ara kiai bebas berafiliasi dengan partai politik manapun mksudnya dengan partai golkar dan menikmati kedekatan pemerintah, NU tidak asing lagi oleh pemerintah, sehingga segala aktifitasnya, pertamuan, seminar tidak lagi dilarang dan malah sering difasilitasi.(http://organiasi islam.wordpres.com, 207, 11:05).

Jadi, dapat di pahami perubahan tersebut merupakan momentum dalam politik orde baru, NUsebagai politik sunni, yang selalu mencari akomodasi dengan penguasa.

Terdapat pula perubahan lainnya dikalangan generasi muda NU terlihat dinamika baru dengan menjamurnya aktivitas sosial dan intelektual, yang nyaris tak tertandingi oleh kalangan masyarakat lain, selama ini NU di anggap ormas yang paling konservatif dan tertutup, dan sedikit sekali punya sumbangan kepada perkembangan pemikiran keagamaan maupun pemikiran sosial dan politik, prihal pemikiran keagamaan NU justru didirikan sebagai wadah para kiai untuk bersama-sam bertahan terhadap garakn pembaharuan pemikiran islm yang di wakili oleh Muhammadiyah, Al-irsyad dan persis, Nu hanya manerima interprestasi islam yang tercantum dalam kitab kuning “ortodoks” al-kutub al- mu’tabarah, terutama fiqh Syafi’I dan aqidah menurut mazhab asy’ari, dan menekan tklid kepada ulama besar pada masa lalu.

Dengan latar belakang aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan ekonomi di sekitar pesantren yang mulai menjamur pada akhir dasawarsa 1970 dan 1980, muncul wacana-wacana baru, yang berani mempertanyakan interprestasi khazana klasik yang sudah mapan dan mencari relevansi tradisi islam untuk msyarakat yang sedang mengalami perubahan secara cepat, merupakan suatu perkembangan revolusioner, baik daalam aktivitas LSM maupun dalam wacana yang berkembang.



Perhatian mulai bergeser dari para kiai sebagai tonggak organisasi NU kepada massa besar, akar rumput yang merupakan mayoritas jama’ahnya tetapi kepentingannya selama ini lebih sering terabaikan. Dominasi akivitas dan wcana NU dan keturunan mereka (kaum Gus-gus), telah mulai terdobrak, sebagian besar aktivis dan pemikir muda yang memberi nuansa kepada NU pada dasawarsa 1980 dan 1990 tidak berasal dari kasta kiai melainkan dari keluarga awam, yang mengalami mobilitas sosial, tetapi perlu kita dicatat bahwa mereka bias muncul karena mnendapat dukungan dan perlindungan dari sejumlah tokoh muda dari kalangan elit seperti, Fahmi sifuddin, Mustafa bisri, dan Abdurahman Whid.

Nahdatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi Massa Islam yang sangat berperan dalam pembentukan Masyumi, tokoh NU, K.H. Hasyim asy’ari terpilih sebagai pimpinan tertinggi masyumi pada saat itu, tokoh-tokoh NU lainnya banyak yang duduk dalam pengurusan Masyumi dank arena keterlibatan NU dalam masalah politik menjadi sulit dihindari.

Nahdatul ulama kemudian keluar dari masyumi melalui surat keputusan pengurusan besar Nahdatul Ulama (PBNU) pada tanggal 5 april 1952 akibat adanya pergesekan politik diantara kaum intelektual Masyumi yang ingin melokalisasikan para kiai NU pada persoalan agamanya saja.(http://organisasi Islam, worrdpress.com) Hubungan antara kedua partai tersebut NU keluar dari partai Masyumi diakibatkan, pergesekkan politik kaum intelektual partai Masyumi yang ingin melokalisasi para kiai NU yang mengurusi pada persoalan agama saja.



D. MASYUMI

Proklamasi kemerdekaan RI membawa angin Segar bagi perkembangan politik dan demokrasi bangsa ini, setiap anak bangsa larut dalam keindahan nasionalisme, hal itu juga terjadi pada tokoh-tokoh Islam saat itu sebelum kemerdekaan mereka begitu semangat untuk menegakkan cita-cita islam.

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia PNI menjadi partai Negara, namun menjelang Oktober 1945, PNI muncul dengan wajah baru karena di mulainya system banyak partai yang juga berarti terbukanya kembali ruang bagi kalangan islam untuk ikut serta di dalamnya serta sebagai sarana bagi mereka untuk menegakkan cita-cita islam

Kebijakan pemarintah dalam pendirian partai-partai ini pada awalnya banyak disesalkan oleh kalangan Islam, argument mereka antara lain didasarkan pada penikiran bahwa di waktu genting setelah proklamasi yang di butuhkan persaudaraan rakyat bukan malah kebijakan atau penerapan sistem banyak partai justru dapat memicu terjadinya perpecahan.

Masyumi didirikan pad 24 oktober 1943 sebagai pengganti MIAI karena jepang memerlukan satu badan untuk menggalang dukungan masyarakat Indonesia melalui lembaga agama islam, meskipun demikian, jepang tidak terlalu tertarik dengan partai-partai islam yang telah ada di zaman belanda yang kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola piker modern, sehingfga pada minggu-minggu pertama, jepang telah melarang partai sarikat islam Indonesia (PSII) dan partai islam Indonesia (PII).

Pada tanggal 7-8 Oktober diadakan muktamar islam di yogyakarta yang di hadiri oleh hamper semua tkoh berbagai organisasi islam dari masa sebelum perang serta masa pendudukan jepang.

Kongres memutuskan untuk mendirikan syuro pusat bagi umat islam Indonesia , masyumi yang dianggap sebagai satu-satunya partai politik bagi umat islam pada awal pendiri masyumi, hanya empat organisasi yang masuk masyumi yaitu; Muhammadiyah, NU, perikatan ulama islam, dan persatuan umat islam.

Setelah itu barulah organisasi islam yang lainnya ikut bergabung kemasyumi antara lain persatuan islam (bandung), al-irsyad (Jakarta), Al-jamiatul Washliyah dan Al-ittihadiyah (dari sumatera utara), selain itu pada tahun 1949 setelah rakyat pendudukan belanda mempunyai hubungan leluasa dengan rakyat di daerah yang dikuasai oleh RI, banyak di antara organisasi islam di daerah pendudukan itu bergabung dengan masyumi mudahnya persyaratan untuk masuknya organisasi isalam kedalam Masyumi menjadi slah satu penyebab banyaknya organisasi-organisasi islam yang masuk kedalamnya, namun yang lebih penting mengenai alas an mereka masuk kedalam Masyumi di karenakan semus pihak merasa perlu bergabung dan memperkuat barisan islam. (organisasi islam wordpress.com)

Hampir di seluruh wilayah Indonesia terdapat cabang Masyumi atau organisasi-organisasi islam yang bergabung dengan Masyumi, disamping afiliasi organisasi -organisasi, Faktor penyebab Masyumi cepat berkembang, ialah peranan ulama masing-masing daerah serta ukhwa islamiah yang relatif tinggi pada masa-masa sesudah revolusi.

Tanpa mengetahui dengan dalam dasar dan cita-cita perjuangan Masyumi itu merupakan partai islam, setelah banyak orang yang dalam politik mengidenkkan dengan dirinya dengan partai tersebut. Pada awal pendirinya, yang menjadi perdebatan yaitu mengenai struktur masyumi yang ideal, hal itu disebabkan karena masyumi adalah sebuah organisasi yang terdiri dari berbagai organisasi islam yang mnembuat setiap pembahasan hal itu selalu dinamis. Diantara tokoh-tokoh masyumi yang cukup terkenal adalah:

1. K..H. Hasyim ASy”ri

2. K.H.Wahid Hasyim

3. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka)

4. Muhammad Nasir

5. Syafrudin Prawiranegara.



Setelah diproklamirkannya kemerdekaan RI, Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia, namun dengan kemayoritasan itu tidak dibarengi dengan adanya pandangan yang sama terhadap Islam dan Politik, Dalam hal ini ada dua pandangan masyarakat Indonesia mengenai hubungan tersebut, yang pertama bahwa, Islam merupakan agama yang lengkap, yang mengatur semua sendi kehidupan, termasuk di dalamnya, mengatur hubungan dengan politik (Negara). Sedangkan pandangan kedua, bahwa Islam sebagai sebuah panduan dan kode etik dalam kehidupan bernegara, bahkan juga terdapat pemisahan total antara keduanya.


Masyumi, yang didirikan oleh hampir semua organisasi Islam, baik pasca maupun pra kemerdekaan RI, adalah sebagai partai yang berniat merealisasikan pandangan Islam dan Politik di Indonesia, Lahirnya partai ini ditujukan guna untuk menjaga dan memperjuangkan kepentingan tanggal 7 November 1945, diadakanlah muktamar umat Islam Indonesia di Yogyakarta, di dalam keputusannya, diambil kesepakatan bahwa diperlukannya suatu wadah untuk menampung aspirasi umat Islam dan menyalurkannya melalui wadah tersebut.

Maka, partai Masyumi pun dibentuk, Besarnya partai Masyumi ternyata tidak bisa dielakkan dari perpecahan bahkan terjadi pembubaran pada tahun 1960 oleh rezim pada saat itu, Setelah bergantinya dua rezim, ternyata tidak mampu menghilangkan roh partai itu, justru sebaliknya, sisa-sisa para pegiatnya sanggup membangkitkan dan melahirkannya kembali, Namun, disayangkan persatuan para pegiatnya itu tidak ada, sehingga melahirkan beberapa bentuk partai Islam yang berbeda dari partai Masyumi atau sebagai metamorfosis partai Masyumi.

Hubungan yang terjadi antara Masyumi dengan partai yang lahir dalam pemilu 1999 dan partai apa yang merupakan partai metamorfosis dari partai Masyumi Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari penyusunan ini, maka pendekatan yang digunakan adalah sosio-historis, yaitu menela’ah fenomena sosial dan partai-partai yang lahir pada pemilu 1999 dengan memaparkan perjalanan Masyumi dari awal berdirinya (1945) hingga partai ini dibubarkan (1960), Kemudian data yang terkumpul dianalisis secara kuantitaif dengan metode berpikir deduktif-induktif Dengan menggunakan pendekatan dan metode tersebut di atas menunjukkan bahwa, mendirikan partai Islam merupakan suatu kemaslahatan bagi umat. Sebagaimana Masyumi, pembentukan partai tersebut selain bertujuan untuk kelangsungan demokrasi, juga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah.

Demikian juga dengan partai-partai Islam yang lahir pada pemilu 1999, adanya kesamaan-kesamaan antara partai Masyumi dengan partai-partai Islam yang lahir pada pemilu 1999 baik dari perjuangannya, ideologinya, asasnya, nama partainya, tanda gambarnya, maupun basis massanya, maka hal ini dapat disimpulkan bahwa adanya sebuah hubungan historis perjuangan yang tidak terputus antara partai-partai Islam 1999 seperti PBB, PMB, PPIM dan, PPP dengan partai Islam Masyumi.







KESIMPULAN



Dari empat organisasi tersebut dapat di pahami pembaharuan islam yang berkenaan dalam bidang politik, sosial dan budaya bertujuan untuk memperbaiki islam yang murni,oleh karena itu ajaran islam bersifat universal, tidak saja dalam dimensi sejarah, akan tetapi juga universal dalam dimensi sosiologis dan antropologis. Dengan demikian islam adalah agama bagi semua zaman, dan bagi semua orang dalam berbagai posisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik.





DAFTAR PUSTAKA





1. Abdul Munir Mulkhan, 1990, Pemikiran K.H..A. Dahlan dan Muhammadiyah, Bumi aksara; Jakarta .

2. M, Rusli Karim, Muhammadiyah dalam kritik dan komentar, Rajawli, Jakarta .

3. Mulkhan Abdul Munir, 2000, Menggugat muhammadiyah, Fajar pustaka baru, yogya karta.

4. Ismail Faisal, 2004, Dilema NU, Litbang, Jakarta .

5. Jamil. M.Muksin, 2007, Nalar Islam, DEPAG RI, Jakarta .

6. http: // organisasi islam.wordpress.com, 20010.

7. http;// partai islam. Wordpress.com, 20010.

Sabtu, 02 Oktober 2010

Puisi Buya Hamka kepada M Natsir dan biografi

Antara Buya Hamka dan M. Natsir

(dari berbagai sumber) 


Dipertengahan 1950 an itu............


KEPADA SAUDARAKU M. NATSIR

Meskipun bersilang keris di leher

Berkilat pedang di hadapan matamu

Namun yang benar kau sebut juga benar

Cita Muhammad biarlah lahir

Bongkar apinya sampai bertemu

Hidangkan di atas persada nusa

Jibril berdiri sebelah kananmu

Mikail berdiri sebelah kiri

Lindungan Ilahi memberimu tenaga

Suka dan duka kita hadapi


Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu

Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi

Ini berjuta kawan sepaham

Hidup dan mati bersama-sama

Untuk menuntut Ridha Ilahi


Dan aku pun masukkan

Dalam daftarmu……!

( Puisi yg di tulis secara khusus untuk Pak Natsir,  pada tgl 13 Nov 1957 setelah mendengar uraian pidato Pak Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan islam sebagai dasar negara RI )
2 Th kemudian Pak Natsir pun membalas dengan Sajak untuk Buya Hamka,




DAFTAR

Saudaraku Hamka,

Lama, suaramu tak kudengar lagi
Lama...
Kadang-kadang,
Di tengah-tengah si pongah mortir dan mitralyur,
Dentuman bom dan meriam sahut-menyahut,
Kudengar, tingkatan irama sajakmu itu,
Yang pernah kau hadiahkan kepadaku,

Entahlah, tak kunjung namamu bertemu di dalam ”Daftar”.
Tiba-tiba,
Di tengah-tengah gemuruh ancaman dan gertakan,
Rayuan umbuk dan umbai silih berganti,
Melantang menyambar api kalimah hak dari mulutmu,
Yang biasa bersenandung itu,
Seakan tak terhiraukan olehmu bahaya mengancam.

Aku tersentak,
Darahku berdebar,
Air mataku menyenak,
Girang, diliputi syukur

Pancangkan !
Pancangkan olehmu, wahai Bilal !
Pancangkan Pandji-pandji Kalimah Tauhid,
Walau karihal kafirun...
Berjuta kawan sefaham bersiap masuk
Kedalam ”daftarmu” ... *

Saudaramu,
Tempat, 23 Mei 1959





*Sajak ini ”ditengah-tengah sipongah mortir”, tanggal 23 Mei 1959 sesudah tersiar pidato Prof. Dr. Hamka di Gedung Konstituante Bandung, yang antara lain menegaskan, “bahwa trias politika sudah kabur di Indonesia, demokrasi terpimpin adalah totalitarisme, Front Nasional adalah partai ”Negara”.”
Biografi Mohammad Natsir
Orang banyak mengenalnya sebagai Pak Natsir. Nama lengkapnya Muhammad Natsir, bergelar Datuk Sinaro nan Panjang, lahir di Minangkabau tanggal 17 Juli 1908, tepatnya di kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatera Barat, dari pasangan Sutan Saripado dan Khadijah. Beliau adalah tokoh bangsa, tokoh umat, dan tokoh dunia Islam, karena aktifitas dan peran yang telah dilakukannya untuk Islam dan umat tanpa mengenal lelah.

Pada tahun 1945-1946, pak Natsir menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), tahun 1946-1949 menjabat sebagai Menteri Peneranan RI, tahun 1950-1951 menjadi Perdana Menteri RI.
Dalam bidang akademik, Pak Natsir menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang Politik Islam dari Universitas Islam Libanon (1967), dalam bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia, dan dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Saint dan Teknologi Malaysia (1991).


M Natsir dan Dunia Islam
Dalam percaturan dunia Islam, khususnya di negara-negara Arab, pak Natsir sangat dikenal, dihormati dan disegani, beliau ikut serta dan terlibat pada beberapa organisasi Islam tingkat internasional, tahun 1967 diamanahkan menjabat Wakil Presiden World Muslim Congress (Muktamar Alam Islami), Karachi, Pakistan, tahun 1969 menjadi anggota World Muslim League, Mekah, Saudi Arabia, tahun 1972 menjadi anggota Majlis A’la al-Alam lil Masajid, Mekah, Saudi Arabia, tahun 1980 menerima “Faisal Award” atas pengabdiannya kepada Islam dari King Faisal, Saudi Arabia, tahun 1985 menjadi anggota Dewan Pendiri The International Islamic Charitable Foundation, Kuwait, pada tahun 1986 menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Centre for Islamic Studies, London, Inggris dan angota Majelis Umana’ International Islamic Univesity, Islamabad, Pakistan.

Ketika Subandrio naik haji dan ingin bertemu dengan Raja Faisal, Raja Faisal tidak mau menerimanya. Setelah diusahakan oleh pihak KBRI Jedah dan prosesnya agak lama, akhirnya Raja Faisal mau juga menerima Subandrio yang saat itu menjadi orang penting di Indonesia. Subandrio menceritakan tentang Islam di Indonesia, juga menceritakan perannya membela Islam, kisah naik haji dan lain-lain.

Tanpa disangka dan diduga oleh Subandrio, Raja Faisal langsung bertanya, “Kenapa saudara tahan Muhammad Natsir?”. Pak Natsir pernah diasingkan oleh pemerintah Orde Lama ke Batu Malang, Jawa Timur (1960-1962) dan menjadi “tahanan politik” di Rumah Tahanan Militer (RTM) Keagungan Jakarta (1962-1966).

“Saudara tahu”, kata Raja Faisal. “Muhammad Natsir bukan pemimpin umat Islam Indonesia saja, tetapi pemimpin umat Islam dunia ini, kami ini!”

M Natsir dan Politik Indonesia
Dalam buku Natsir, 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, ­Ge­orge McTurnan Kahin, Indonesianis asal Amerika yang bersimpati pada perjuangan bangsa Indonesia pada saat itu, bercerita tentang pertemuan pertama yang mengejutkan. Natsir, waktu itu Menteri Penerangan, berbicara apa adanya tentang negeri ini. Tapi yang membuat Kahin betul-betul tak bisa lupa adalah penampilan sang menteri. ”Ia memakai kemeja bertambalan, sesuatu yang belum pernah saya lihat di antara para pegawai pemerintah mana pun,” kata Kahin.

Mungkin karena itulah sampai tahun ini—seratus tahun setelah kelahirannya, 15 tahun setelah ia mangkat—tidak sedikit orang menyimpan keyakinan bahwa Mohammad Natsir merupakan bagian dari dunia kontempo­rer kita. Masing-masing memaklumkan keakraban dirinya dengan tokoh ini. Di kalangan Islam garis keras, misalnya, banyak yang berusaha melupakan kedekatan pikirannya dengan demokrasi Barat, seraya menunjukkan betapa gerahnya Natsir menyaksikan agresivitas ­misionaris Kristen di tanah air ini. Dan di kalangan Islam ­moderat, dengan politik lupa-ingat yang sama, tidak sedikit yang melupakan periode ketika bekas perdana menteri dari Partai Masyumi­ ini memimpin Dewan Dakwah­ Islamiyah; seraya mengenang masa tatkala perbedaan pendapat tak mampu memecah-belah bangsa ini. Pluralisme, waktu itu, sesuatu yang biasa.

Memang Mohammad Natsir hidup ketika persahabatan lintas ideologi bukan hal yang patut dicurigai, bukan suatu pengkhianatan. Natsir pada dasarnya antikomunis. Bahkan keterlibatannya kemudian dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), antara lain, disebabkan oleh kegusaran pada pemerintah Soekarno yang dinilainya semakin dekat dengan Partai Komunis Indonesia. Masyumi dan PKI, dua yang tidak mungkin bertemu. Tapi Natsir tahu politik identitas tidak di atas segalanya. Ia biasa minum kopi bersama D.N. Aidit di kantin gedung parlemen, meskipun Aidit menjabat Ketua Central Committee PKI ketika itu.

Perbedaan pendapat pula yang mempertemukan Bung Karno dan Mohammad Natsir, dan mengantar ke pertemuan-pertemuan lain yang lebih berarti. Waktu itu, pe­ngujung 1930-an, Soekarno yang menjagokan nasionalis­me-sekularisme dan Natsir yang mendukung Islam sebagai bentuk dasar negara terlibat dalam polemik yang panjang di majalah Pembela Islam. Satu polemik yang tampaknya tak berakhir dengan kesepakatan, melainkan saling mengagumi lawannya.

Lebih dari satu dasawarsa berselang, keduanya ”bertemu” lagi dalam keadaan yang sama sekali berbeda. Natsir menjabat menteri penerangan dan Soekarno presiden dari negeri yang tengah dilanda pertikaian partai politik. Puncak kedekatan Soekarno-Natsir terjadi ketika Natsir sebagai Ketua Fraksi Masyumi menyodorkan jalan keluar buat negeri yang terbelah-belah oleh model federasi. Langkah yang kemudian populer dengan sebutan Mosi Integral, kembali ke bentuk negara kesatuan, itu berguna untuk menghadang politik pecah-belah Belanda.

Mohammad Natsir, sosok artikulatif yang selalu memelihara kehalusan tutur katanya dalam berpolitik, kita tahu, akhirnya tak bisa menghindar dari konflik keras dan berujung pada pembuktian tegas antara si pemenang dan si pecundang. Natsir bergabung dengan PRRI/Perjuang­an Rakyat Semesta, terkait dengan kekecewaannya terhadap Bung Karno yang terlalu memihak PKI dan kecenderungan kepemimpinan nasional yang semakin otoriter. Ia ditangkap, dijebloskan ke penjara bersama beberapa tokoh lain tanpa pengadilan.

Dunianya seakan-akan berubah total ketika Soekarno, yang memerintah enam tahun dengan demokrasi terpimpinnya yang gegap-gempita, akhirnya digantikan Soeharto. Para pencinta demokrasi memang terpikat, menggantungkan banyak harapan kepada perwira tinggi pendiam itu. Soeharto membebaskan tahanan politik, termasuk Natsir dan kawan-kawannya. Tapi tidak cukup lama Soeharto memikat para pendukung awalnya. Pada 1980 ia memperlihatkan watak aslinya, seorang pemimpin yang cenderung otoriter.

Dan Natsir yang konsisten itu tidak berubah, seperti di masa Soekarno dulu. Ia kembali menentang gelagat buruk Istana dan menandatangani Petisi 50 yang kemudian memberinya stempel ”musuh utama” pemerintah Soeharto. Para tokohnya menjalani hidup yang sulit. Bisnis keluarga mereka pun kocar-kacir karena tak bisa mendapatkan kredit bank. Bahkan beredar kabar Soeharto ingin mengirim mereka ke Pulau Buru—pulau di Maluku yang menjadi pembuangan tahanan politik peng­ikut PKI. Soeharto tak memenjarakan Natsir, tapi dunianya dibuat sempit. Para penanda tangan Petisi 50 dicekal.
Mohammad Natsir meninggalkan kita pada 1993. Dalam hidupnya yang cukup panjang, di balik kelemahlembut­annya, ada kegigihan seorang yang mempertahankan sikap. Ada keteladanan yang sampai sekarang membuat kita sadar bahwa bertahan dengan sikap yang bersih, konsisten, dan ber­sahaja itu bukan mustahil meskipun penuh tantang­an. Hari-hari belakangan ini kita merasa teladan hidup seperti itu begitu jauh, bahkan sangat jauh. Sebuah alasan yang pantas untuk menuliskan tokoh santun itu ke dalam banyak halaman laporan panjang edi­si ini.
Walau dikenal luas oleh para tokoh dunia, Pak Natsir tetap menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan. Pak Natsir merupakan salah satu dari sedikit tokoh Islam Indonesia yang sungguh-sungguh berjuang menghidupi Islam, bukan sungguh-sungguh hidup dari memanfaatkan Islam, sehingga menjadi gemuk di jalan dakwah, seperti yang sekarang banyak dikerjakan orang-orang yang mengaku tokoh Islam. Bagi Pak Natsir, dunia dengan segala gemerlapnya adalah kepalsuan, bukan hakikat.

Tokoh yang sederhana ini wafat pada hari Sabtu tanggal 6 Februari 1993 pukul 12.10 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam usia 84 tahun. Semoga Allah ampuni segala dosanya, diterima segala amal ibadahnya dan dilapangkan kuburnya, dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih di dalam surga.
 

Rabu, 29 September 2010

Biaya Yang Dihabiskan Pada Mukatamar XIV PERSIS

Muktamar Persis Habiskan Rp1,8 Miliar

Rangkaian kegiatan pelaksanaan Muktamar Persatuan Islam (Persis) di Tasikmalaya dan Garut, Jawa Barat, selama 25 hingga 27 September menghabiskan dana sebesar Rp1,8 miliar. 
Anggaran sebesar itu sebagian besar digunakan untuk kebutuhan fisik di setiap lokasi dilaksanakannya muktamar di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya dan Garut. Dana lainnya digunakan berbagai kebutuhan konsumsi. 
"Sebagian besar hampir banyak digunakan untuk pengadaan fisik," kata Koordinator Pusat Informasi Muktamar Persis di Tasikmalaya, Senin (27/9). 
Anggaran yang cukup besar itu merupakan hasil dari musyawarah kerja nasional Persis 2009 tentang pembahasan anggaran muktamar. Hasil dari musyarah itu, anggaran muktamar sebagian besar menggunakan uang iuran umat atau seluruh anggota di setiap cabang Persis. 
Menurut dia, selain dari iuran anggota Persis yang terkumpul sebesar Rp1,5 miliar, juga ada bantuan pemerintah serta donatur yang tidak bersifat mengikat sebesar Rp300 juta. 
Sebelumnya, rencana anggaran pelaksanaan Muktamar Persis sebesar Rp4 miliar. Tapi, Persis hanya mampu mengumpulkan dana sebesar Rp1,8 miliar. (ant)
sumber : http://www.persis.or.id/?mod=content&cmd=news&berita_id=1311

Senin, 27 September 2010

Prof Maman Akhirnya Pimpin Persis Masa Jihad 2010-2015

Prof Maman Akhirnya Pimpin Persis
Prof Dr Maman Abdurrahman
REPUBLIKA.CO.ID TASIKMALAYA-–Prof Dr H Maman Abdurrahman terpilih sebagai ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Persis masa jihad 2010-2015, dalam Muktamar XIV Persis di Pesantren Benda, Kota Tasikmalaya, Senin (27/9) malam. Saat pemilihan putaran kedua, ketua umum PP Persis demosioner ini mengantongi 361 suara (70,4 persen). Sedangkan pesaingnya, Dr Atif Latifulhayat LLM,  memperoleh 151 suara (29,4 persen).

Dalam pemilihan tahap kedua, sebenarnya ada 562 hak suara. Namun, dari 562 hak suara itu hanya 513 yang hadir. Sisanya tidak bisa digunakan karena peserta tak hadir dengan berbagai alasan. Berdasarkan tata tertib pemilihan, suara tersebut tak bias diwakilkan. Karena itu, dalam pemilihan tahap kedua tersebut hanya 513 suara yang disalurkan. Dari jumlah tersebut satu suara dinyatakan tak sah karena tak menulis calon pilihannya.

Menurut Ketua Sidang Pemilihan, H Iqbal Santoso, pemilihan putaran kedua ini berbeda dengan putaran pertama. Pada putaran pertama hanya 255 suara yang digunakan. Berdasarkan tata tertib, pada pemilihan tahap pertama masing-masing Pimpinan Cabang (PD) Persis yang berjumlah 255 cabang mengusulkan satu nama untuk ikut dalam penjaringan. Dari hasil putaran pertama tersebut, tiga kandidat memiliki suara terbanyak, yaitu Prof Maman Abddurrahman (156 suara), Dr Atif Latifulhayat (156 suara), dan KH Aceng Zakaria (36 suara).

KH Aceng Zakaria, menyatakan tak ikut dalam pemilihan tahap kedua. Ia menyalurkan suaranya kepada Prof Dr Maman Abdurrahman. Dengan demikian pada putaran kedua hanya dua kandidat yang bersaing, yaitu Maman dan Atif.

Pemungutan dan penghitungan suara tahap kedua baru dilakukan sekitar pukul 16.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Sejak penghitungan dimulai, Maman langsung memimpin perolehan suara. Kondisi tersebut berlangsung sampai akhir pemilihan, dimana Maman mengantongi 361 suara dan atip 151 suara, serta satu suara tak sah. Proses pemilihan ketua umum PP Persis baik tahap pertamna maupun kedua berlangsung tenang. Para peserta terlihat santai mengikuti proses pemilihan. Tak ada teriakan yel yel atau dukungan dalam bentuk lain. ‘’Ini karakter Persis. Pemilihan pun berjalan tenang,’’ kata Drs H Anwarudin, ketua Pengurus Daerah Persis Kota Bandung.

Hak suara dalam putaran kedua, kata Iqbal, berasal dari utusan Pimpinan Cabang, Daerah, Pusat, Dewan Hisbah, Dewan Hisab Rukyat, Majalelis Penasihat, Dewan Taklim, Bagian Otonom, dan LBH. Menurut penilaian Iqbal, pemilihan ketua umum PP Persis kali ini berjalan sangat transparan. ‘’kami berssyukur puncak acara berjalan tertib sesuai harapan,’’kata dia.

Ketua Umum terpilih, Prof Maman Abdurrahman, mengatakan dua kandidat yang sebelumnya menjadi pesaing akan diakomodir dalam kepengurusan yang baru. Kata dia, Persis mengutamakan kebersamaan dalam mengelola organisasi ini. Karena itu meski Dr Atif dan KH Aceng bempat menjadi kompetitornya, tak akan dilepas begitu saja. ‘’Kami akan mengakomodir keduanya. Mereka adalah aset Persis yang sangat berharga. Pemikiran dan tenaganya sangat dibutuhkan oleh organisasi ini,’’ tutur Maman yang sebelumnya merupakan pejabat sementara ketua umum Persis.

Sedangkan Atip menyatakan kekecewaanya atas proses pemilihan kali ini. Proses pemilihan, kata dia, tidak beretika. Ia berharap proses pemilihan seperti ini menjadi yang pertama dan terakhir. ‘’Presidium tak dibentuk dan formatur dihapuskan. Ini dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menghalalkan segala cara,’’ kata dia.

Atip juga menambahkan, ketua umum terpilih tak mungkin mengekomodir dirinya dalam kepengurusan mendatang karena orang-orang yang akan mengisi posisi di struktur PP Persis sudah disiapkan sebelumnya. ‘’Saya tetap akan berjuang untuk kemajuan Persis meski saya tak masuk dalam pengurus,’’ tutur dia. ,

sumber : republika online

MUKTAMAR PERSIS XIV SAAT DIBUKA OLEH PRESIDEN SBY

SUMBER: http://abdaz.wordpress.com/2010/09/25/mukatamar-xiv-persis-dibuka-hari-ini/

Presiden membuka Muktamar XIV Persis
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono hari ini, Sabtu (25/9), menghadiri Muktamar XIV Persatuan Islam (Persis) di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Presiden membuka secara resmi Muktamar Persis yang akan diselenggarakan hingga Senin (27/9) mendatang.
Pembukaan Muktamar Persis digelar di halaman Kantor Pimpinan Daerah Persis Kota Tasikmalaya, Jln. Ir. H. Djuanda, Kota Tasikmalaya. Ini muktamar pertama yang dibuka langsung oleh Presiden RI selama 87 tahun eksistensi Persis.

Kehadiran Presiden dengan rombongannya itu tidak dimaksudkan untuk mendekati kekuasaan melainkan sebagai bagian dari dakwah Persis, kata Ketua Pelaksana Muktamar XIV Persis, H. Atip Latifulhayat dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Pimpinan Pusat Persis, Jln. Perintis Kemerdekaan Kota Bandung, Jumat (24/9).
Atip menuturkan, muktamar kali ini akan dilaksanakan secara desentralisasi, yakni tersebar di enam Pesantren Persis yang berada di Tasikmalaya dan Garut. Di Tasikmalaya terdapat empat lokasi yang digunakan, yakni Pesantren Benda, SMA Plus Mualimin, Pesantren Cempaka Warna Tamansari, dan wilayah Bantargebang. “Sementara di Kab. Garut, lokasi yang digunakan yakni Pesantren Persistri dan Pemudi Persis,” kata Atip. Menurut dia, pemilihan pesantren sebagai lokasi muktamar bertujuan untuk menegaskan eksistensi pesantren sebagai pusat dakwah dan kaderisasi Persis.
Pada kesempatan itu diundang juga perwakilan Persis dari Singapura, Malaysia, Mesir, dan Maroko. Selain itu, muktamar akan dihadiri duta besar dari Arab Saudi, Palestina, Sudan, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Atip menjelaskan, sekitar delapan ribu orang akan menghadiri pembukaan muktamar hari ini.
Tema yang diusung pada muktamar kali ini adalah “Menampilkan Peran Persis Dalam Menampilkan Wajah Islam Sebagai Rahmatan Lil Alamin”. Melalui tema itu, Persis ingin menampilkan wajah yang ramah dan toleran terhadap budaya. Persis ingin menjembatani tiga arus utama peradaban yang ada saat ini, yakni Islam, Timur, dan Barat.
Ia mengungkapkan, paling tidak ada empat karakteristik Persis yang hilang atau sebagian hilang, terlupakan atau mungkin dilupakan oleh para pelanjutnya. Dari empat karakteristik itu, satu di antaranya mengungkapkan bahwa Persis merupakan gerakan dakwah dan pembaruan pemikiran keislaman yang mengajarkan dan menyebarkan sikap kritis dan korektif. Terutama, dalam menyikapi, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam. Dalam konteks ini, ujar Atif, dapat dipahami bahwa dialog bahkan debat merupakan upaya Persis untuk mencerahkan umat.
Salah satu agenda penting dalam muktamar ini adalah pemilihan Ketua Umum Persis yang akan dilaksanakan pada Senin (27/9) mendatang. Teknis pemilihannya dengan pemilihan langsung. Satu suara mewakili 50 anggota Persis di tingkat kota/kabupaten. Jumlah suara yang diperebutkan adalah 650 suara.
Sementara itu, kandidat kuat Ketua Umum Persis yakni Prof DR KH Maman Abdurahman (Ketua Umum Persis); DR KH Atip Latifatulhayat (Kepala Bidang Jamiah Pengurus Pusat Persis); KH Aceng Zakaria (Pimpinan Pondok Pesantren Persis Rancabango Kabupaten Garut). “Meskipun demikian, kandidat lainnya bisa saja muncul pada pelaksanaan muktamar. Bisa jadi bertambah tetapi juga bisa berkurang,” kata Koordinator Publikasi dan Humas Muktamar XIV Persis, Deni Nurdyana.
Calon pemimpin Persis juga harus memenuhi sejumlah persyaratan, di antaranya memiliki intelektual tinggi, berakhlak mulia dan memiliki hubungan sosial yang baik, penguasaan syariah, serta mampu berbahasa Inggris dan Arab. Agenda kerja yang cukup penting pemimpin selanjutnya adalah pembentukan wilayah kepengurusan baru di tujuh daerah. Makanya,calon pemimpin Persis harus memiliki kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan. “Calonnya banyak karena memang kader Persis banyak yang memiliki kemampuan seperti itu,”papar Ketua Umum Persis Maman Abdurahman.
Agenda pokok lainnya yakni melaksanakan laporan pertanggungjawaban ketua umum sebelumnya periode 2005-2010, serta pemilihan dan pembentukan komisi-komisi kerja yang akan merumuskan roda organisasi ke depan. Selain memilih ketua umum, dalam muktamar juga akan digelar pemilihan sejumlah ketua pengurus Cabang Otonom, Pemuda Persis, dan ketua Himpunan Mahasiswa Persis.
Proses pemilihan ini dilaksanakan secara serempak. Diagendakan sekitar 6.000 hingga 10.000 peserta utusan dari 18 provinsi se-Indonesia,termasuk perwakilan dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Mesir pada muktamar ini. Serta perwakilan dari negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi akan ikut ambil bagian pada muktamar pertama di Kota Tasikmalaya itu.
Atip mengatakan, Presiden Yudhoyono didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono datang bersama 79 anggota rombongan kepresidenan untuk menghadiri pembukaan muktamar. “Ini muktamar pertama yang dibuka langsung oleh Presiden RI selama 87 tahun eksistensi Persis,” katanya.
Kehadiran Presiden dengan rombongannya itu tidak dimaksudkan untuk mendekati kekuasaan melainkan sebagai bagian dari dakwah Persis. “Kami mengapresiasi pemerintah jika menjalankan tugas negara dengan baik. Jika menyimpang, tentu kami juga akan mengingatkannya,” ujarnya.
Menurut Ketua Umum Persis, Maman Abdurahman, kualitas sumber daya manusia di Indonesia masih rendah. Dengan pemimpin yang kredibel, Persis diyakini mampu ikut berperan dalam menangani masalah tersebut. “Bisa dilakukan melalui lembaga pendidikan milik Persis,” katanya, Jumat (24/9).
Paling tidak, ada 450 lembaga pendidikan baik sekolah maupun pesantren yang diandalkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dai dan ustaz Persis yang berkualitas juga memungkinkan lahir dari pesantren Persis. Dalam dakwah, ormas ini bertekad menyumbangkan dai-dai berpikiran luas dan mempertahankan NKRI.
Maman merujuk jejak Muhammad Natsir, seorang ulama dan negarawan, yang pernah menjabat sebagai ketua Persis pada 1936-1942. Natsir, jelas dia, turut berjasa dalam menegakkan negara kesatuan. Dengan langkahnya, ia mendorong pengubah bentuk negara yang semula serikat menjadi kesatuan melalui mosinya.
Maman juga ingin pemimpin Persis hasil muktamar memberikan perhatian besar pada pemberdayaan masyarakat lewat koperasi dan bank perkreditan rakyat (BPR) syariah. Nantinya, kedua lembaga itu menjadi jalan untuk meningkatkan perekonomian warga, khususnya di bidang pertanian, perikanan, dan industri kecil.
Sementara itu, Ketua Panitia Muktamar XIV Persis, Atif Latifulhayat, mengatakan, sekitar 10 ribu peserta yang berasal dari pengurus, anggota, dan simpatisan akan menghadiri acara pembukaan muktamar. Ia menambahkan, sejak berdiri pada 1923, baru pertama kali muktamar Persis dibuka oleh presiden.
Ia mengatakan, muktamar Persis beserta bagian otonomnya diselenggarakan di enam pesantren di Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Garut.
Di Kota Tasikmalaya, terdapat empat lokasi yang dijadikan tempat penyelenggaraan muktamar, yaitu Persis (Pesantren Benda), Pemuda Persis (SMA Plus Mualimin), Himpunan Mahasiswa Persis (Pesantren Cempaka Warna, Tamansari), dan Himpunan Mahasiswi Persis (Bantargedang).
Di Kabupaten Garut untuk Persistri dan Pemudi Persis. “Sengaja kami pilih pesantren guna menegaskan eksistensinya sebagai pusat kaderisasi dan pengembangan dakwah Persis,” tutur dia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Persatuan Islam (Persis) agar terus meningkatkan kualitas dakwah. Presiden juga berharap Persis terus memelopori dakwah yang bersifat rasional melalui gerakan tajdid dan pembaharuan. Hal itu untuk membangun masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia.
Hal itu disampaikan Presiden ketika membuka Muktamar XIV Persatuan Islam (Persis) di halaman Gedung Pimpinan Daerah Persis Kota Tasikmalaya, Sabtu (25/9). Presiden didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri, seperti Menag Suryadharma Ali, Mendiknas M Nuh, Mensesneg Sudi Silalahi, dan Seskab Dipo Alam. Gubernur Jabar Ahmad Heryawan juga turut hadir.
“Bersama organisasi keagamaan, Persis selalu berjuang menyebarkan aqidah dan menegakkan syariah Islam,” kata Presiden dihadapan 10 ribu pengurus dan simpatisan Persis dan lembaga otonom di bawahnya. Menurut Presiden, kiprah Persis kepada negara sejak pertama kali berdiri teramat banyak.
“Sejak didirikan di Bandung pada tanggal 12 September 1923, 87 tahun yang lalu, Persis telah banyak berkiprah melahirkan kontribusi pemikiran, utamanya dalam kajian keislaman yang sangat bermanfaat bagi pembangunan umat Islam di tanah air,” kata Presiden disambut tepuk tangan muktamirin. Persis dikenal dengan dakwah yang bersifat rasional.
Presiden pun menyebut tokoh-tokoh Persis yang memberi banyak kontribusi kepada bangsa dan negara, seperti KH Ahmad Hasan, M Natsir, dan KH Siddiq Amin. “Perjuangan Persis telah berkontribusi dalam pencerahan umat, karena itu kita berharap Persis lebih berkontribusi dalam pembangunan moral,” kata Presiden. Persis bisa memberi energi positif bagi bangsa dan negara.
“Energi positif itu salah satunya dapat dimanifestasikan melalui peran dalam membangun akidah perilaku umat. kita berharap Persis dapat mengembalikan energi positifnya untuk membangun masyarakat Indonesia yang berkarakter, berakhlak mulia, berbudi luhur, dan berdaya saing,” kata Presiden menegaskan. Menurut Presiden, Persis bisa menjadi ormas keagamaan yang bisa menciptakan kesejukan.
Persis diharap mampu menjembatani dua peradaban. “Persis juga diharapkan dapat menjembatani peradaban Islam peradaban timur dan peradaban barat, sehingga tercapai harmoni atau kerukunan yang menyejukan,” ujar Presiden menjelaskan.
Presiden SBY bersama Ibu Ani Yudhoyono tiba di tempat acara pada pukul 10.00 WIB. Presiden juga didampingi oleh sejumlah pejabat, antara lain, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi,  Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng, Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak Ibu Hj. Linda Amalia Sari Gumelar, S.IP, Menteri Agama Suryadharma Ali, serta Sekretaris Kabinet Dipo Alam.
Selain itu ada beberapa menteri yang menyampaikan ceramah umumnya diantaranya Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh serta Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Prof Dr. Maman Abdurrahman MA, dalam sambutannya dihadapan 10.000 massa Persis menyatakan bahwa muktamar XIV yang diadakan di Tasikmalaya dan Garut Jawa Barat merupakan muktamar yang bersejarah bagi jamiyyah Persis.
“Persis yang didirikan pada tanggal 12 September 1923 baru kali ini muktamarnya dihadiri oleh presiden dan banyak menteri” kata Prof Dr. Maman Abdurrahman
Prof Maman Abdurahman juga mengatakan, NKRI bisa utuh atas jasa mantan Wakil Ketua Persis M Natsir. Maman mengucapkan terima kasih kepada Presiden yang telah menganugerahkan pahlawan nasional bagi Natsir. “M Natsir adalah guru kami semua,” kata Maman menegaskan.
Maman mengatakan, saat ini Persis sedang melakukan langkah demi langkah agar terus eksis sebagai mujahid dakwah. Dalam kiprahnya, kata dia, Persis berkontribusi dalam berbagai bidang, khususnya pendidikan. “Kami memiliki lembaga pendidikan dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga universitas sebanyak 245 lembaga pendidikan,” kata dia.
Muktamar XIV Persatuan Islam (Persis) diharapkan menghasilkan pemimpin yang kredibel. Yaitu, sosok yang mampu membimbing umat dan mengembangkan jihad Persis di bidang pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.

PEMBUKAAN MUKTAMAR PERSIS DIHANGATKANLAUNCHING BUKU SPIRIT AL-QUR'AN

PEMBUKAAN DIHANGATKAN LAUNCHING BUKU SPIRIT AL-QURAN
 
RAJAPOLAH (24/9) Pembukaan Muktamar XI Pemuda Persis yang semula dijadwalkan esok hari (25/9) pukul + 14.00, dipercepat ke hari Jumat. “Ini karena acara pembukaan Muktamar XIV Persatuan Islam dijadwalkan sampai pukul + 15.00”, jelas ketua panitia Tiar Anwar. Beliau juga menjelaskan bahwa Muktamar ini dapat terselenggara atas kerjasama berbagai pihak dan secara khusus menyebutkan peran penting PD. Persis Kabupaten Tasikmalaya. Pembukaan Muktamar XI Pemuda Persis ini dilaksanakan di Gedung Aula Serba Guna SMA Plus Mu’allimin Persatuan Islam Rajapolah. “Saat kami survei ke tempat ini, gedung aula serba guna ini belum ada. Dengan adanya rencana Muktamar di tempat ini, alhamdulillah bisa dibangun”, lanjut Tiar.
Launching Buku
Biasanya, acara pembukaan Muktamar selalu dimeriahkan dengan seminar pra muktamar. Namun kali ini, acara diskusi diganti dengan launching buku Spirit Al-Quran, Solusi Al-Quran terhadap Persoalan Global. Buku ini adalah hasil makalah syarat mengikuti training kaderisasi dalam Pemuda Persis, yaitu Tafiq III. Launching buku ini dipaparkan oleh perwakilan penulis, Indra Gunawan (PW. Pemuda Persis Jabar). Tampil sebagai pembedah Dr. Taufiqurrahman dan pembanding Jeje Zaenudin, M.Ag. keduanya menyambut antusias diterbitkannya buku ini sebagai sebuah produk konkret kaderisasi. Selain itu, tulisan-tulisan mengenai interaksi Al-Quran dengan permasalahan konkrit kehidupan, masih jarang ditulis khususnya di lingkungan Persatuan Islam. Dr. Taufiqurrahman menyoroti judul tulisan Terorisme dalam Perspektif Al-Quran. “Tulisan ini jelas telah memberikan perspektif berbeda dengan definisi dan asumsi awam mengenai terorisme, meski ujungnya konsekwensi logis dari aktivitas terorisme tetap tercela dalam pandangan Islam”, paparnya.

Dokumentasi PEMBUKAAN MUKTAMAR PERSIS XVI BESERTA OTONOM TASIKMALAYA 24-27 SEPTEMBER


 Presiden RI membunyikan angklung 
pada saat membuka MUKTAMAR XVI PERSIS





Suasana Launching Buku Spirit Al-Quran; Solusi Al-Quran Terhadap Persoalan Global

Ibu-ibu penggembira dari Persistri rela 'ngampar karpet' untuk mengikuti acara Pembukaan Muktamar XIV Persis

Berbeda dengan ibu-ibu yang di atas, ibu-ibu Persistri ini bernasib lebih baik, duduk di kursi dan di bawah teduhnya tenda

Presiden RI, SBY turun dari mobil RI-1

Pak SBY bersama Bu Ani didampingi Suryadharma Ali sedang mendengarkan sambutan Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan

Pidato Kenegaraan Presiden SBY pada Muktamar XIV Persis

Salah satu pengunjung Muktamar XIV Persis tertidur lelap (dekat payung) di belakang para tamu rombongan Presiden

"Metal", gaya anak paling atas sebelah kanan

Tasykil PP. Persatuan Islam berfoto bersama

Tasykil PP. Pemuda Persis Berfoto Bersama

Tasykil PP. Persistri berfoto bersama

Masjid Aisyah (di belakang tenda utama) yang langsung diresmikan oleh Presiden

Sumber : http://pemudapersisgarut.wordpress.com/2010/09/25/foto-story/

TEMA MUKTAMAR XIV PERSIS DALAM PANDANGAN SBY


SBY memberikan sambutan pada Muktamar XIV Persis
Tema yang diangkat pada muktamar Persis kali ini adalah Menegaskan Peran Persis Dalam Menampilkan Wajah Islam Sebagai Rahmatan Lil Alamin. Tema ini menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat tepat karena menegaskan dan meneguhkan kepada kita semua bahwa Islam haruslah menjadi rahmat memberi manfaat bagi manusia dan alam sekitarnya.
SBY menilai tema ini juga penting karena mengajak kita semua untuk menamplan wajah Islam yang teduh, damai dan yang mencerahkan. Islam yang membawa kemaslahatan bagi manusia dan alam semesta.
Masih menurut SBY, sejarah pergerakan Islam di tanah air mencatat bahwa Persis adalah organisasi pembaharuan Islam yang konsisten menegaskan alquran dan sunnah.
“Sejak didirikan di Bandung pada tanggal 12 sep 1923 Persis telah banyak berkiprah melahirkan kontribusi pemikiran, utamanya dalam kajian keislaman yang sangat bermanfat bagi pembangunan umat Islam di tanah air bersama-sama dengan organisasi keagamaan lainya,” kata SBY dihadapan 10.000 massa Persis.
(persis.or.id) SBY menegaskan bahwa Persis selalu tampil dan berjuang untuk menegakan akidah dan menyebarkan syaraiah Islam. Selain itu Persis juga telah menjadi pelopor dalam mencerdaskan dan mencerahkan pemikiran umat. Mempelopori dakwah yang bersifat nasional melalui gerakan tajdid dan pembaharuan.
“Kita mengenal tokoh persis seperti A.hasan, M. Natsir, KH Isa Ansari, KH Latif Mukhtar, KH Mushtafa, KH Shiddiq Amin dan banyak lagi pejuang besar Persis yang telah ikut memberikan sumbangan keislaman yang berharga semasa hidupnya,” tutur SBY.
Usai ceramah Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi membuka muktamar Persis XIV dengan membunyikan angklung yang disediakan di depan panggung kemudian meresmikan Masjid Aisyah wakaf dari H. Omay Komarudin pengusaha telur.
(Sumber : http://persis.or.id/?mod=content&cmd=news&berita_id=1291)

JUSUP KALLA SARANKAN PERAN PERSIS UNTUK DAKWAH MENGIKUTI ZAMAN, DALAM SARANA INTERNET DAN MEDIA ELECTRONIC .


Persis kembali kedatangan tamu istimewa setelah sebelumnya dihadiri oleh rombongan kepresidenan. Kali ini yang datang adalah mantan wakil presiden Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (JK).
JK datang ke Pesantren Benda usai sidang pleno dua Persis pukul 13.30 WIB dan langsung memberikan ceramah umum. Usai ceramah umum JK ditanya salah satu peserta muktamar mengenai pandangan JK selama ini kepada Persis.
“Kita sangat bangga dengan Persis. Generasi saya mengetahui Persis ini adalah gerakan persatuan Islam yang berkembang dengan sangat intelek. Itu ingatan kita. Dakwah Persis banyak dan Persis juga banyak melahirkan buku-buku,” jawab JK dihadapan 750 peserta muktamar.
JK mengetahui Persis merupakan ormas Islam yang sebagain besar anggotanya terkonsentrasi di Jawabarat. Namun menurut JK Jabar tidak hanya dikenal basis Persis saja, masih banyak daerah lainnya yang sudah dikenal basis Persis seperti Bangil yang terkenal dengan pesantren A. Hasannya. Bahkan di Makassar tempat kelahirannya Persis sudah berkembang.
“Persis berkembang lebih baik. Harapan saya Persis tetap pada dasar persatuan yang memiliki pemikiran maju. Artinya pemikirannya senantiasa berkembang dari tahun ke tahun, mengikuti dinamika jaman” kata JK berharap.
JK menggambarkan perkembangan dakwah saat ini haruslah mengikuti perkembangan jaman. Seperti dulu orang berdakwah dengan tulisan tapi sekarang berdakwah lewat televisi, radio dan internet.
Sekarang ini menurut JK dakwah melaui jalur tersebut sudah tidak bisa dihindari lagi. Kalau Persis tidak sepeti itu kata JK maka Persis dilupakan orang.

SIDANG KOMISI A PALING ALOT

Tasikmalaya (26/09).  Pada hari Sabtu (25/09) muktamirin diperdengarkan LPJ Ketua Umum demissioner PP. Pemuda Persis, “Lima tahun sudah, kami tasykil Pimpinan Pusat Pemuda Persis Masaj Jihad 2005-2010, khususnya saya sebagai Ketua Umum yang diberi mandat oleh Muktamirin lima tahun yang lalu, untuk menjalankan roda jam’iyyah Pemuda Persis, telah sampai kepada penghujung masa tugas dalam menunaikan amanah imamah ini”. LPJ setebal 67 halaman ini selesai dibacakan pada Ahad pagi pukul 00.05 WIB.
Pada pukul 07.30 WIB pandangan umum muktamirin menyepakati untuk mensahkan LPJ dan diakhiri mushafahah para peserta. Dalam penutup LPJ, Ketua Uumu yang alumni Pesantren Persis Benda ini mengucapkan wejangan singkat, “Inilah yang telah kami lakukan, dan kami akan menunggu apa yang akan anda lakukan”, ungkapnya.
Setelah LPJ disahkan, para peserta melanjutkan ke sidang komisi-komisi. Sidang dibagi menjadi 3 (tiga) komisi; komisi A membahas QA-QD, komisi B membahas program kerja dan rekomendasi, Komisi C membahas manhaj kaderisasi. Di antara ketiga komisi itu, pembahasan QA-QD lah yang membutuhkan waktu sangat panjang dari pukul 13.00 sampai dengan pukul 23.56. Hal ini menurut laporan para peserta karena diakibatkan ada banyak pasal-pasal yang diamandemen berkaitan kerangka-kerangka tertentu sebagai penegasan mendalam pada otonom kader Persatuan Islam.
Di antara pasal QA yang disidangkan untuk diamandemen adalah Pasal 3, yang sebelumnya hanya berbunyi Bentuk dan Sifat, menjadi Bentuk, Sifat, dan Gerakan. Dalam pasal ini, pemilihan Bentuk Gerakan Dakwah dan Pendidikan lebih difokuskan kepada pembinaan keimanan, keilmuan, dan kepemimpinan kader. Adapun pasal mengenai latar belakang lambang (Pasal 6 di QA-QD sebelumnya), yaitu di Pasal 4 draft amandemen untuk merubah warna latar lambang  menjadi hitam tidak disepakati dan kembali kepada warna latar lambang asalnya. Pasal tentang batasan usia Pemuda Persis yang diajukan oleh BP QA-QD berdasarkan referensi undang-undang kepemudaan, yaitu dari 16 hingga 30 tahun, tidak disepakati dan tetap mengcu pada batasan usia QA-QD sebelumnya. Demikian pula mengenai Pasal 21 mengenai pembidangan, yang dibagi menjadi lima bidang ditolak karena alasan terlalu rumit dalam tataran praktisnya.
Dan yang cukup mengherankan adalah pasal 29 dalam draft amandemen mengenai rangkap anggota dengan ormas dan orpol lainnya yang tidak dipersoalkan lebih jauh sebagaimana pada Muktamar X di Jakarta. (Quy)

Jumat, 24 September 2010

PERSIS, IDEOLOGI PEMBARUAN, DAN MUKTAMAR (Catatan untuk Muktamar 2010)

Penulis : Yudi Wahyudin
SUMBER : http://pemudapersisgarut.wordpress.com/

Konteks kelahiran Persis pada paruh pertama abad 20 disebut masa keemasan pemikiran Islam. Selain masa ini merupakan masa pencarian bentuk, pertarungan pemikiran pada era ini bercorak sangat ideologis. Dalam arti, makna Islam yang luas dipilih secara teliti oleh masing-masing kelompok kemudian dijadikan sebagai basis visinya. Tentu saja sebagai gerakan keagamaan, Persis memiliki corak khas yang dimaksud itu. Di satu sisi, ia bertujuan untuk menghidupkan syari’ah dalam seluruh aspek kehidupan, namun di sisi lain ia memilih –di antara bangunan dan aspek Islam yang luas itu, perlawanan terhadap segala bentuk kejumudan bertindak dan beragama. Dengan memilih aspek ini, ia tidak lahir untuk bersaing dengan Muhammadiyyah –yang lahir lebih tua, dalam membangun lembaga-lembaga sosial yang menurut catatan muridnya terinspirasi oleh Surat Al-Mâ’ûn sebagai wujud dan bentuk kesalihan di lapangan sosial. Bagi Persis, kesalihan dan kesalahan sosial merupakan dampak dari sejauhmana memandang dan meyakini aspek-aspek prinsipil dalam Islam (‘aqîdah). Dengan demikian, pada awalnya kedua ormas itu secara langsung atau tidak langsung telah membangun tradisi pembagian peran strategis dalam bingkai Islam yang sangat luas.

Pada praktiknya, Persis menerjemahkan taklid sebagai sebuah tradisi kejumudan yang secara gamblang menutup rapat pintu ijtihâd dalam aspek ibadah. Bid’ah adalah perilaku yang dilegitimasi sebagai kewajiban agama namun tidak berlandaskan Quran-Sunnah. Sedangkan churafat dan takhayyul merujuk pada mental masyarakat yang masih menyisakan tradisi penyimpangan-penyimpangan aqidah-ibadah akibat persentuhan Islam-Hindu-Budha-Jawa.

Namun kelihatannya sebagian ahli keliru ketika Persis dikategorikan sebagai gerakan modern atau Islam modernis. Kemudian istilah ini secara ideologi harus dihadapkan pada lawannya, yaitu tradisionalis atau fundamentalis-konservatif. Selain hanya sedikit saja aspek yang diperlihatkan oleh Persis secara modern –berkaitan dengan penggunaan fasilitas, modernisme merujuk pada ideologi yang berkembang di zaman kegelapan barat (the dark age) berkaitan dengan kepentingan-kepentingan ekonomi. Latar modernisme adalah perlawanan terhadap feodalisme, namun karena menggugat kelas penguasa tidak cukup dengan pengalihan dan penggunaan fasilitas modern, maka kelompok modern merasa perlu untuk menggunakan jargon-jargon pencerahan untuk menyadarkan masyarakat yang masih berada dalam kungkungan sistem lama (feodalisme) agar tersadarkan dan tercerahkan. Oleh sebab itu, modernisme tidak menganggap titik tolak materialistik sebagai strategi, namun lebih tepat disebut sebagai tujuan modernisme itu sendiri.

Sebaliknya Persis justru berangkat dari pencerahannya. Sehingga dapat difahami bahwa penggunaan fasilitas dan gaya modern tidak lebih merupakan strategi –yang di kemudian hari sangat mungkin berkembang dan berubah dengan ideologi yang masih tetap sama, yaitu melawan kejumudan. Bagi Persatuan Islam, penggunaan jas, sepatu, kelas, dan media massa tidak lebih merupakan strategi sebagai alat bantu pencerahan. Oleh sebab itu, dalam arti ini, Persis tidak hendak ‘membeo’ barat dalam penggunaan hal-hal yang bersifat modern.

Kemudian dari apa yang diperlihatkan oleh pendahulunya, Persis tidak identik dengan gerakan libere –yang berkembang pada tahun 80-an, yang membebaskan gerakannya melawan sekat apapun termasuk agama atau kita menyebutnya sebagai post-modernisme. Hal ini membantah teori yang mengatakan bahwa gerakan liberalisme Islam sebagai anak kandung gerakan tajdid. Sebab Persis dalam banyak aspek sangat dekat dengan fundamentalisme Islam yang tidak mau berkompromi dalam penafsiran teks, khususnya berkaitan dengan teks-teks bertemakan aqidah.

Persoalan Umat dan Muktamar Persis 2010

Namun, saat ini ideologi yang dipilih Persis tidak jelas –untuk tidak mengatakan tidak berideologi. Persis kelihatannya berusaha mengembangkan lembaga-lembaga yang tidak bersinggungan langsung dengan ideologi awal –seperti lembaga amil zakat, lembaga bimbingan haji dan tour, serta lembaga usaha. Bahkan di sisi lain secara tidak sadar melemahkan lembaga dan tradisi yang secara langsung bersinggungan dengan ideologi awal –seperti kajian turâts, inovasi pendidikan, pengembangan media massa, debat publik, dan laboratorium dakwah.

Pemilihan bentuk di atas dalam kacamata perjuangan Islam secara umum sah-sah saja. Namun jika diukur oleh seberapa kuat pengaruh dan implikasi perjuangan yang dilakukan terhadap perubahan masyarakat ke arah yang diinginkan oleh visi, maka kekaburan ideologis ini menjadi sangat bermasalah. Sebab tantangan dan konstalasi ‘medan jihad’ di Indonesia jelas tidak bisa dilakukan oleh satu organisasi seperti Persis. Permasalahan masyarakat kontemporer lebih luas dan kompleks jika hanya harus diselesaikan oleh Persis seorang diri. Oleh sebab itu, dalam momen Muktamar 2010 ini, Persis harus segera memilih fokus sebagai aspek penting yang dianggap ‘biang keladi’ persoalan umat.

Namun kita harus waspada pada rutinitas yang menjadi ‘musuh bersama’ gerakan tajdid. Sebab sebagai gerakan Islam, kita harus meyakini bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Dengan ungkapan ini, kita bisa mengatakan bahwa Muktamar Persis 2010 harus menghasilkan produk yang berkualitas –paling tidak untuk masa depan Islam Indonesia. Sebab jika tidak berbeda dengan muktamar-muktamar sebelumnya, Persis mengalami kerugian. Apalagi jika produk Muktamar 2010 lebih buruk dari muktamar-muktamar sebelumnya, hal itu menandakan bahwa Persis telah tertipu. Tentu saja melihat kualitas produk antara satu muktamar ke muktamar lain diukur oleh visi dan tujuan jam’iyyah itu sendiri atau dengan kata lain Ideologi Jam’iyyah.

Mengenai persoalan ini, dalam Risalah No.45-46-47/Th.VI/1967, pernah dimuat tausiyyah Al-Ustadz E. Abdurrahman ketika melantik salah satu Pimpinan Cabang. Dalam poin Bagaimana Menilai Kemadjuan Djam’iyyah, beliau menegaskan, “Perbedaan tjara berfikir, bertindak dan berbitjara itu menjebabkan perbedaan penilaian…oleh sebab itu, sebuah djam’ijjah jang bergerak dalam lapangan pendidikan, akan merasa ketinggalan, bila melihat djam’ijjah yang bergerak dibidang politik…Persis mengamankan dan mengamalkan Quran-Hadits, maka dalam lingkungan yang tidak sefaham dengan Persis akan terasa bahwa Persis itu diisolir, atau meng-isolir diri, sebab hukum tidak mungkin kompromi. Persis meng-isolir diri dari himpunan main djudi, sebab ‘aqîdah lebih utama dari djam’ijjah. Persis meng-isolir diri dari lingkungan Nasakom, sekalipun diantjam akan dibubarkan, sebab lebih mudah mengurbankan djam’ijjah daripada ‘aqîdah, lebih mudah mengurbakan harta dan djiwa daripada mengurbankan ‘aqîdah dan hukum2 dari Allah. Oleh karena itu, djangan masuk Persis, bila bukan untuk mengadji dan mengkadji, dan djangan mendjadi anggota Persis bila denganja mengharap kedudukan di DPR.”

Sedangkan dalam poin Apa Artinya Perbedaan Lapangan, beliau menguraikan aspek-aspek yang dipilih Persis sebagai ideologi gerakannya, “Seorang tukang batu jang iri hati melihat tukang kaju, adalah tukang batu jang tidak sadar akan nilai diri dan pekerdjaannja. Tukang batu dan tukang kaju ke-dua2-nja penting. Bila ke-dua2-nja meninggalkan pekerdjaan atau bertukar kerdja akan menimbulkan kekatjauan. Demikian pula halnja, seorang anggota Persis jang iri melihat anggota suatu parpol, atau berangan berwibawa seperti anggota ABRI, adalah anggota jang tak tahu nilai diri dan pekerdjaannja. Sesungguhnja tiap2 bidang hendaklah digarap demi kemadjuan dan terbinanja bangunan negara jang utuh….namun itupun harus dilakukan dengan ichlâsh, dengan tidak iri pada penggarap2 lain dibidang lain, atau berangan hendak merangkapnja sekaligus.”

Ungkapan di atas menyiratkan –meski dalam konteks dan waktu yang berbeda, perlunya seorang pemimpin memahami pokok persoalan, tujuan, lapangan jihad, dan penilaian (evaluasi) sebuah jam’iyyah. Persoalan ‘tukang kaju’ jelas berbeda dengan ‘tukang batu’. Oleh sebab itu tentu memiliki tujuan dan cara penilaian masing-masing yang berbeda. Selain harus terwujudnya pembagian peran antar ormas, masing-masing ormas pun wajib memilih tugas yang dianggap penting menurut penilaian dan tujuannya.

Sebagai musyawarah yang memiliki kedaulatan tertinggi dalam Jam’iyyah, Muktamar Persis 2010 harus segera menegaskan ideologi jam’iyyah mengenai ‘Kemadjuan’ serta ‘Perbedaan Lapangan’-nya di tengah semarak dan bertaburannya ormas lain. Sebab sampai saat ini –setelah era ideologis membias, perdebatan mengenai visi ideologis ikut meredup. Muktamar disibukkan oleh hal-hal bersifat teknis, perubahan beberapa redaksional QA-DQ, dan rencana program yang kurang realistis. Selebihnya adalah rekomendasi-rekomendasi reaktif mengenai persoalan-persoalan yang kurang lebih sama-sama diangkat oleh ormas lain dengan sudut pandang yang serupa.

Sebagai organisasi tajdid, Muktamar Persatuan Islam 2010 harus mampu menyatakan akar persoalan umat –yang menjadi biang keladi kecarutmarutan moral serta penyelewengan-penyelewengan lainnya, secara spesifik dengan analisis yang cukup memadai. Setelah akar tersebut ditemukan, maka perlawanan terhadap akar persoalan inilah yang menjadi ideologi Persatuan Islam dalam setiap kerangka jihadnya. Hal ini kemudian akan berimbas pada pertanyaan-pertanyaan seputar kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan, baik itu berupa aturan, pembentukan lembaga, serta program-program yang akan dilaksanakan.

Sebagai contoh, ketika Persatuan Islam pertama kali didirikan, para penggeraknya menyatakan bahwa persoalan kemunduran Islam adalah merebaknya pelecehan terhadap agama, baik berupa faham-faham kebangsaan sempit (‘ashabiyyah), mistisme-dinamisme (churafât), mitologi (takhayyul), dan perilaku-perilaku agama tanpa landasan dalil yang benar (bid’ah). Akar persoalan ini, menurut Persatuan Islam, mengantarkan orang Islam pada keterjajahan. Persatuan Islam seolah-olah hendak mengatakan –sesuai dengan isyarat hadits dari riwayat Imam Abu Daud dan Imam Ahmad dari Tsauban, bahwa mentalitas umat muslim yang seperti buih-lah (ghutsâ-an) yang menjadi biang keladi keterpurukannya. Ashabiyyah, churafat, takhayyul, dan bid’ah merupakan manifestasi dari mental buih yang ‘tong kosong nyaring bunyinya’, kekurangfahaman, kelemahan pengamalan agama, serta kuantitas tanpa kualitas.

Oleh karena kesadaran ini, maka kemudian strategi yang diterapkan adalah mengadji dan mengkadji Al-quran dan Hadits. Strategi ini adalah simbol dari penguatan pengetahuan terhadap syari’ah, memperdalam ilmunya, memilah yang benar dan salah menurut syari’ah, menguji dan mengkaji keyakinan lain berdasarkan standar syari’ah, serta menyebarkan keyakinan yang telah diuji kebenarannya oleh syari’ah.

Saat ini, kelihatannya pemilihan topik yang sama –yaitu melawan TBC dan kawan-kawan, tidak dibarengi kesadaran yang sama tapi kelihatannya lebih ikut-ikutan tren sejarah. Sebagai bukti, jika Persatuan Islam masih bergerak mewacanakan pencerahan kesadaran dalam bingkai mengadji dan mengkadji Al-Quran dan Hadits, mengapa semangat mengkaji dan mengaji Quran-hadits hanya cukup melalui tabligh? mengapa banyak pesantren yang dimiliki Persis tidak lagi mewarnakan kajian turâts? bahkan ikut-ikutan pada tren Departemen Agama dengan sistem madrasinya? Mengapa juga sampai saat ini, rencana mendirikan perguruan tinggi yang berwibawa dan dapat menjadi pilar keilmuan vis a vis pendidikan sekuler tidak pernah terwujud? Bahkan basis kurikulum dan materi ajar di perguruan tinggi yang dimiliki Persis masih juga menggunakan pandangan dunia (world view) yang sangat sekuler? Di sisi lain, mengapa juga kita lebih memprioritaskan, misalnya, pembenahan lembaga amil zakat dan lembaga bimbingan haji ketimbang lembaga dakwah serta inovasinya, seperti pembangunan media dakwah, baik elektronik maupun cetak? Dimanakah Persatuan Islam ketika hedonisme berkembang biak di mall-mall? Di manakah Persatuan Islam ketika standar ‘kemadjuan’ yang dianggap oleh seluruh lapisan masyarakat –termasuk anggota dan penggerak jam’iyyah sendiri, harus bersifat materialistik? Di manakah kita saat pemikiran-pemikiran bid’ah dan dhalâlah dalam bentuk sekulerisme, feminisme, pluralisme, dan liberalisme berkembang biak di media-media elektronik dan cetak? Kapankah proyek pencetakan ashhâbun, hawwâriyyûn, mujâhid, mujtahid dimulai, jika generasi muda Persis dan anak-anak ‘ulamâ Persatuan Islam masih terbuai sejarah dan tanpa pembinaan pendidikan yang sejalan dengan karakter mujaddid? Kapankah kita –setelah generasi yang layak memimpin itu tiba, tidak lagi ikut-ikutan sistem demokrasi dalam memilih imam jam’iyyah dengan menyerahkannya pada majority vote (suara terbanyak)? Bukankah menyadarkan bahwa semua itu salah adalah tugas kita?

Renungan Akhir

Pada Muktamar ke VIII tahun 1967, redaksi Majalah Risalah menyiapkan Alaskata (editorial) yang sangat menyentuh. Dalam tulisan itu, redaksi memberikan judul, “Konsepsi Sudah Terlalu Banjak, Kegiatan Bertindak Sangat Kurang”. Editorial ini menyoroti ironi muktamar pada umumnya yang berisi perdebatan panjang, ‘gelanggang adu gulat’, bagi-bagi rizki, serta berebut kedudukan. Ironinya bertambah ketika uang berhamburan untuk memeriahkan ‘pesta keagungan organisasi Islam’, namun pada saat yang sama, mesjid, pesantren, tabligh, majalah-majalah mati kekurangan tenaga dan dana. Sebagai orang awam, kita berfikir bahwa ternyata hasil-hasil muktamar tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkannya. Kita berlindung kepada Allah dari ironi-ironi ini, oleh sebab itu, marilah berdoa dan bekerja, semoga Muktamar Persatuan Islam 2010 ini benar-benar menuju mardhâtillah. Wallahu’alam