Rabu, 29 September 2010

Biaya Yang Dihabiskan Pada Mukatamar XIV PERSIS

Muktamar Persis Habiskan Rp1,8 Miliar

Rangkaian kegiatan pelaksanaan Muktamar Persatuan Islam (Persis) di Tasikmalaya dan Garut, Jawa Barat, selama 25 hingga 27 September menghabiskan dana sebesar Rp1,8 miliar. 
Anggaran sebesar itu sebagian besar digunakan untuk kebutuhan fisik di setiap lokasi dilaksanakannya muktamar di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya dan Garut. Dana lainnya digunakan berbagai kebutuhan konsumsi. 
"Sebagian besar hampir banyak digunakan untuk pengadaan fisik," kata Koordinator Pusat Informasi Muktamar Persis di Tasikmalaya, Senin (27/9). 
Anggaran yang cukup besar itu merupakan hasil dari musyawarah kerja nasional Persis 2009 tentang pembahasan anggaran muktamar. Hasil dari musyarah itu, anggaran muktamar sebagian besar menggunakan uang iuran umat atau seluruh anggota di setiap cabang Persis. 
Menurut dia, selain dari iuran anggota Persis yang terkumpul sebesar Rp1,5 miliar, juga ada bantuan pemerintah serta donatur yang tidak bersifat mengikat sebesar Rp300 juta. 
Sebelumnya, rencana anggaran pelaksanaan Muktamar Persis sebesar Rp4 miliar. Tapi, Persis hanya mampu mengumpulkan dana sebesar Rp1,8 miliar. (ant)
sumber : http://www.persis.or.id/?mod=content&cmd=news&berita_id=1311

Senin, 27 September 2010

Prof Maman Akhirnya Pimpin Persis Masa Jihad 2010-2015

Prof Maman Akhirnya Pimpin Persis
Prof Dr Maman Abdurrahman
REPUBLIKA.CO.ID TASIKMALAYA-–Prof Dr H Maman Abdurrahman terpilih sebagai ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Persis masa jihad 2010-2015, dalam Muktamar XIV Persis di Pesantren Benda, Kota Tasikmalaya, Senin (27/9) malam. Saat pemilihan putaran kedua, ketua umum PP Persis demosioner ini mengantongi 361 suara (70,4 persen). Sedangkan pesaingnya, Dr Atif Latifulhayat LLM,  memperoleh 151 suara (29,4 persen).

Dalam pemilihan tahap kedua, sebenarnya ada 562 hak suara. Namun, dari 562 hak suara itu hanya 513 yang hadir. Sisanya tidak bisa digunakan karena peserta tak hadir dengan berbagai alasan. Berdasarkan tata tertib pemilihan, suara tersebut tak bias diwakilkan. Karena itu, dalam pemilihan tahap kedua tersebut hanya 513 suara yang disalurkan. Dari jumlah tersebut satu suara dinyatakan tak sah karena tak menulis calon pilihannya.

Menurut Ketua Sidang Pemilihan, H Iqbal Santoso, pemilihan putaran kedua ini berbeda dengan putaran pertama. Pada putaran pertama hanya 255 suara yang digunakan. Berdasarkan tata tertib, pada pemilihan tahap pertama masing-masing Pimpinan Cabang (PD) Persis yang berjumlah 255 cabang mengusulkan satu nama untuk ikut dalam penjaringan. Dari hasil putaran pertama tersebut, tiga kandidat memiliki suara terbanyak, yaitu Prof Maman Abddurrahman (156 suara), Dr Atif Latifulhayat (156 suara), dan KH Aceng Zakaria (36 suara).

KH Aceng Zakaria, menyatakan tak ikut dalam pemilihan tahap kedua. Ia menyalurkan suaranya kepada Prof Dr Maman Abdurrahman. Dengan demikian pada putaran kedua hanya dua kandidat yang bersaing, yaitu Maman dan Atif.

Pemungutan dan penghitungan suara tahap kedua baru dilakukan sekitar pukul 16.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Sejak penghitungan dimulai, Maman langsung memimpin perolehan suara. Kondisi tersebut berlangsung sampai akhir pemilihan, dimana Maman mengantongi 361 suara dan atip 151 suara, serta satu suara tak sah. Proses pemilihan ketua umum PP Persis baik tahap pertamna maupun kedua berlangsung tenang. Para peserta terlihat santai mengikuti proses pemilihan. Tak ada teriakan yel yel atau dukungan dalam bentuk lain. ‘’Ini karakter Persis. Pemilihan pun berjalan tenang,’’ kata Drs H Anwarudin, ketua Pengurus Daerah Persis Kota Bandung.

Hak suara dalam putaran kedua, kata Iqbal, berasal dari utusan Pimpinan Cabang, Daerah, Pusat, Dewan Hisbah, Dewan Hisab Rukyat, Majalelis Penasihat, Dewan Taklim, Bagian Otonom, dan LBH. Menurut penilaian Iqbal, pemilihan ketua umum PP Persis kali ini berjalan sangat transparan. ‘’kami berssyukur puncak acara berjalan tertib sesuai harapan,’’kata dia.

Ketua Umum terpilih, Prof Maman Abdurrahman, mengatakan dua kandidat yang sebelumnya menjadi pesaing akan diakomodir dalam kepengurusan yang baru. Kata dia, Persis mengutamakan kebersamaan dalam mengelola organisasi ini. Karena itu meski Dr Atif dan KH Aceng bempat menjadi kompetitornya, tak akan dilepas begitu saja. ‘’Kami akan mengakomodir keduanya. Mereka adalah aset Persis yang sangat berharga. Pemikiran dan tenaganya sangat dibutuhkan oleh organisasi ini,’’ tutur Maman yang sebelumnya merupakan pejabat sementara ketua umum Persis.

Sedangkan Atip menyatakan kekecewaanya atas proses pemilihan kali ini. Proses pemilihan, kata dia, tidak beretika. Ia berharap proses pemilihan seperti ini menjadi yang pertama dan terakhir. ‘’Presidium tak dibentuk dan formatur dihapuskan. Ini dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menghalalkan segala cara,’’ kata dia.

Atip juga menambahkan, ketua umum terpilih tak mungkin mengekomodir dirinya dalam kepengurusan mendatang karena orang-orang yang akan mengisi posisi di struktur PP Persis sudah disiapkan sebelumnya. ‘’Saya tetap akan berjuang untuk kemajuan Persis meski saya tak masuk dalam pengurus,’’ tutur dia. ,

sumber : republika online

MUKTAMAR PERSIS XIV SAAT DIBUKA OLEH PRESIDEN SBY

SUMBER: http://abdaz.wordpress.com/2010/09/25/mukatamar-xiv-persis-dibuka-hari-ini/

Presiden membuka Muktamar XIV Persis
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono hari ini, Sabtu (25/9), menghadiri Muktamar XIV Persatuan Islam (Persis) di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Presiden membuka secara resmi Muktamar Persis yang akan diselenggarakan hingga Senin (27/9) mendatang.
Pembukaan Muktamar Persis digelar di halaman Kantor Pimpinan Daerah Persis Kota Tasikmalaya, Jln. Ir. H. Djuanda, Kota Tasikmalaya. Ini muktamar pertama yang dibuka langsung oleh Presiden RI selama 87 tahun eksistensi Persis.

Kehadiran Presiden dengan rombongannya itu tidak dimaksudkan untuk mendekati kekuasaan melainkan sebagai bagian dari dakwah Persis, kata Ketua Pelaksana Muktamar XIV Persis, H. Atip Latifulhayat dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Pimpinan Pusat Persis, Jln. Perintis Kemerdekaan Kota Bandung, Jumat (24/9).
Atip menuturkan, muktamar kali ini akan dilaksanakan secara desentralisasi, yakni tersebar di enam Pesantren Persis yang berada di Tasikmalaya dan Garut. Di Tasikmalaya terdapat empat lokasi yang digunakan, yakni Pesantren Benda, SMA Plus Mualimin, Pesantren Cempaka Warna Tamansari, dan wilayah Bantargebang. “Sementara di Kab. Garut, lokasi yang digunakan yakni Pesantren Persistri dan Pemudi Persis,” kata Atip. Menurut dia, pemilihan pesantren sebagai lokasi muktamar bertujuan untuk menegaskan eksistensi pesantren sebagai pusat dakwah dan kaderisasi Persis.
Pada kesempatan itu diundang juga perwakilan Persis dari Singapura, Malaysia, Mesir, dan Maroko. Selain itu, muktamar akan dihadiri duta besar dari Arab Saudi, Palestina, Sudan, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Atip menjelaskan, sekitar delapan ribu orang akan menghadiri pembukaan muktamar hari ini.
Tema yang diusung pada muktamar kali ini adalah “Menampilkan Peran Persis Dalam Menampilkan Wajah Islam Sebagai Rahmatan Lil Alamin”. Melalui tema itu, Persis ingin menampilkan wajah yang ramah dan toleran terhadap budaya. Persis ingin menjembatani tiga arus utama peradaban yang ada saat ini, yakni Islam, Timur, dan Barat.
Ia mengungkapkan, paling tidak ada empat karakteristik Persis yang hilang atau sebagian hilang, terlupakan atau mungkin dilupakan oleh para pelanjutnya. Dari empat karakteristik itu, satu di antaranya mengungkapkan bahwa Persis merupakan gerakan dakwah dan pembaruan pemikiran keislaman yang mengajarkan dan menyebarkan sikap kritis dan korektif. Terutama, dalam menyikapi, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam. Dalam konteks ini, ujar Atif, dapat dipahami bahwa dialog bahkan debat merupakan upaya Persis untuk mencerahkan umat.
Salah satu agenda penting dalam muktamar ini adalah pemilihan Ketua Umum Persis yang akan dilaksanakan pada Senin (27/9) mendatang. Teknis pemilihannya dengan pemilihan langsung. Satu suara mewakili 50 anggota Persis di tingkat kota/kabupaten. Jumlah suara yang diperebutkan adalah 650 suara.
Sementara itu, kandidat kuat Ketua Umum Persis yakni Prof DR KH Maman Abdurahman (Ketua Umum Persis); DR KH Atip Latifatulhayat (Kepala Bidang Jamiah Pengurus Pusat Persis); KH Aceng Zakaria (Pimpinan Pondok Pesantren Persis Rancabango Kabupaten Garut). “Meskipun demikian, kandidat lainnya bisa saja muncul pada pelaksanaan muktamar. Bisa jadi bertambah tetapi juga bisa berkurang,” kata Koordinator Publikasi dan Humas Muktamar XIV Persis, Deni Nurdyana.
Calon pemimpin Persis juga harus memenuhi sejumlah persyaratan, di antaranya memiliki intelektual tinggi, berakhlak mulia dan memiliki hubungan sosial yang baik, penguasaan syariah, serta mampu berbahasa Inggris dan Arab. Agenda kerja yang cukup penting pemimpin selanjutnya adalah pembentukan wilayah kepengurusan baru di tujuh daerah. Makanya,calon pemimpin Persis harus memiliki kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan. “Calonnya banyak karena memang kader Persis banyak yang memiliki kemampuan seperti itu,”papar Ketua Umum Persis Maman Abdurahman.
Agenda pokok lainnya yakni melaksanakan laporan pertanggungjawaban ketua umum sebelumnya periode 2005-2010, serta pemilihan dan pembentukan komisi-komisi kerja yang akan merumuskan roda organisasi ke depan. Selain memilih ketua umum, dalam muktamar juga akan digelar pemilihan sejumlah ketua pengurus Cabang Otonom, Pemuda Persis, dan ketua Himpunan Mahasiswa Persis.
Proses pemilihan ini dilaksanakan secara serempak. Diagendakan sekitar 6.000 hingga 10.000 peserta utusan dari 18 provinsi se-Indonesia,termasuk perwakilan dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Mesir pada muktamar ini. Serta perwakilan dari negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi akan ikut ambil bagian pada muktamar pertama di Kota Tasikmalaya itu.
Atip mengatakan, Presiden Yudhoyono didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono datang bersama 79 anggota rombongan kepresidenan untuk menghadiri pembukaan muktamar. “Ini muktamar pertama yang dibuka langsung oleh Presiden RI selama 87 tahun eksistensi Persis,” katanya.
Kehadiran Presiden dengan rombongannya itu tidak dimaksudkan untuk mendekati kekuasaan melainkan sebagai bagian dari dakwah Persis. “Kami mengapresiasi pemerintah jika menjalankan tugas negara dengan baik. Jika menyimpang, tentu kami juga akan mengingatkannya,” ujarnya.
Menurut Ketua Umum Persis, Maman Abdurahman, kualitas sumber daya manusia di Indonesia masih rendah. Dengan pemimpin yang kredibel, Persis diyakini mampu ikut berperan dalam menangani masalah tersebut. “Bisa dilakukan melalui lembaga pendidikan milik Persis,” katanya, Jumat (24/9).
Paling tidak, ada 450 lembaga pendidikan baik sekolah maupun pesantren yang diandalkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dai dan ustaz Persis yang berkualitas juga memungkinkan lahir dari pesantren Persis. Dalam dakwah, ormas ini bertekad menyumbangkan dai-dai berpikiran luas dan mempertahankan NKRI.
Maman merujuk jejak Muhammad Natsir, seorang ulama dan negarawan, yang pernah menjabat sebagai ketua Persis pada 1936-1942. Natsir, jelas dia, turut berjasa dalam menegakkan negara kesatuan. Dengan langkahnya, ia mendorong pengubah bentuk negara yang semula serikat menjadi kesatuan melalui mosinya.
Maman juga ingin pemimpin Persis hasil muktamar memberikan perhatian besar pada pemberdayaan masyarakat lewat koperasi dan bank perkreditan rakyat (BPR) syariah. Nantinya, kedua lembaga itu menjadi jalan untuk meningkatkan perekonomian warga, khususnya di bidang pertanian, perikanan, dan industri kecil.
Sementara itu, Ketua Panitia Muktamar XIV Persis, Atif Latifulhayat, mengatakan, sekitar 10 ribu peserta yang berasal dari pengurus, anggota, dan simpatisan akan menghadiri acara pembukaan muktamar. Ia menambahkan, sejak berdiri pada 1923, baru pertama kali muktamar Persis dibuka oleh presiden.
Ia mengatakan, muktamar Persis beserta bagian otonomnya diselenggarakan di enam pesantren di Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Garut.
Di Kota Tasikmalaya, terdapat empat lokasi yang dijadikan tempat penyelenggaraan muktamar, yaitu Persis (Pesantren Benda), Pemuda Persis (SMA Plus Mualimin), Himpunan Mahasiswa Persis (Pesantren Cempaka Warna, Tamansari), dan Himpunan Mahasiswi Persis (Bantargedang).
Di Kabupaten Garut untuk Persistri dan Pemudi Persis. “Sengaja kami pilih pesantren guna menegaskan eksistensinya sebagai pusat kaderisasi dan pengembangan dakwah Persis,” tutur dia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Persatuan Islam (Persis) agar terus meningkatkan kualitas dakwah. Presiden juga berharap Persis terus memelopori dakwah yang bersifat rasional melalui gerakan tajdid dan pembaharuan. Hal itu untuk membangun masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia.
Hal itu disampaikan Presiden ketika membuka Muktamar XIV Persatuan Islam (Persis) di halaman Gedung Pimpinan Daerah Persis Kota Tasikmalaya, Sabtu (25/9). Presiden didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri, seperti Menag Suryadharma Ali, Mendiknas M Nuh, Mensesneg Sudi Silalahi, dan Seskab Dipo Alam. Gubernur Jabar Ahmad Heryawan juga turut hadir.
“Bersama organisasi keagamaan, Persis selalu berjuang menyebarkan aqidah dan menegakkan syariah Islam,” kata Presiden dihadapan 10 ribu pengurus dan simpatisan Persis dan lembaga otonom di bawahnya. Menurut Presiden, kiprah Persis kepada negara sejak pertama kali berdiri teramat banyak.
“Sejak didirikan di Bandung pada tanggal 12 September 1923, 87 tahun yang lalu, Persis telah banyak berkiprah melahirkan kontribusi pemikiran, utamanya dalam kajian keislaman yang sangat bermanfaat bagi pembangunan umat Islam di tanah air,” kata Presiden disambut tepuk tangan muktamirin. Persis dikenal dengan dakwah yang bersifat rasional.
Presiden pun menyebut tokoh-tokoh Persis yang memberi banyak kontribusi kepada bangsa dan negara, seperti KH Ahmad Hasan, M Natsir, dan KH Siddiq Amin. “Perjuangan Persis telah berkontribusi dalam pencerahan umat, karena itu kita berharap Persis lebih berkontribusi dalam pembangunan moral,” kata Presiden. Persis bisa memberi energi positif bagi bangsa dan negara.
“Energi positif itu salah satunya dapat dimanifestasikan melalui peran dalam membangun akidah perilaku umat. kita berharap Persis dapat mengembalikan energi positifnya untuk membangun masyarakat Indonesia yang berkarakter, berakhlak mulia, berbudi luhur, dan berdaya saing,” kata Presiden menegaskan. Menurut Presiden, Persis bisa menjadi ormas keagamaan yang bisa menciptakan kesejukan.
Persis diharap mampu menjembatani dua peradaban. “Persis juga diharapkan dapat menjembatani peradaban Islam peradaban timur dan peradaban barat, sehingga tercapai harmoni atau kerukunan yang menyejukan,” ujar Presiden menjelaskan.
Presiden SBY bersama Ibu Ani Yudhoyono tiba di tempat acara pada pukul 10.00 WIB. Presiden juga didampingi oleh sejumlah pejabat, antara lain, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi,  Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng, Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak Ibu Hj. Linda Amalia Sari Gumelar, S.IP, Menteri Agama Suryadharma Ali, serta Sekretaris Kabinet Dipo Alam.
Selain itu ada beberapa menteri yang menyampaikan ceramah umumnya diantaranya Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh serta Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Prof Dr. Maman Abdurrahman MA, dalam sambutannya dihadapan 10.000 massa Persis menyatakan bahwa muktamar XIV yang diadakan di Tasikmalaya dan Garut Jawa Barat merupakan muktamar yang bersejarah bagi jamiyyah Persis.
“Persis yang didirikan pada tanggal 12 September 1923 baru kali ini muktamarnya dihadiri oleh presiden dan banyak menteri” kata Prof Dr. Maman Abdurrahman
Prof Maman Abdurahman juga mengatakan, NKRI bisa utuh atas jasa mantan Wakil Ketua Persis M Natsir. Maman mengucapkan terima kasih kepada Presiden yang telah menganugerahkan pahlawan nasional bagi Natsir. “M Natsir adalah guru kami semua,” kata Maman menegaskan.
Maman mengatakan, saat ini Persis sedang melakukan langkah demi langkah agar terus eksis sebagai mujahid dakwah. Dalam kiprahnya, kata dia, Persis berkontribusi dalam berbagai bidang, khususnya pendidikan. “Kami memiliki lembaga pendidikan dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga universitas sebanyak 245 lembaga pendidikan,” kata dia.
Muktamar XIV Persatuan Islam (Persis) diharapkan menghasilkan pemimpin yang kredibel. Yaitu, sosok yang mampu membimbing umat dan mengembangkan jihad Persis di bidang pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.

PEMBUKAAN MUKTAMAR PERSIS DIHANGATKANLAUNCHING BUKU SPIRIT AL-QUR'AN

PEMBUKAAN DIHANGATKAN LAUNCHING BUKU SPIRIT AL-QURAN
 
RAJAPOLAH (24/9) Pembukaan Muktamar XI Pemuda Persis yang semula dijadwalkan esok hari (25/9) pukul + 14.00, dipercepat ke hari Jumat. “Ini karena acara pembukaan Muktamar XIV Persatuan Islam dijadwalkan sampai pukul + 15.00”, jelas ketua panitia Tiar Anwar. Beliau juga menjelaskan bahwa Muktamar ini dapat terselenggara atas kerjasama berbagai pihak dan secara khusus menyebutkan peran penting PD. Persis Kabupaten Tasikmalaya. Pembukaan Muktamar XI Pemuda Persis ini dilaksanakan di Gedung Aula Serba Guna SMA Plus Mu’allimin Persatuan Islam Rajapolah. “Saat kami survei ke tempat ini, gedung aula serba guna ini belum ada. Dengan adanya rencana Muktamar di tempat ini, alhamdulillah bisa dibangun”, lanjut Tiar.
Launching Buku
Biasanya, acara pembukaan Muktamar selalu dimeriahkan dengan seminar pra muktamar. Namun kali ini, acara diskusi diganti dengan launching buku Spirit Al-Quran, Solusi Al-Quran terhadap Persoalan Global. Buku ini adalah hasil makalah syarat mengikuti training kaderisasi dalam Pemuda Persis, yaitu Tafiq III. Launching buku ini dipaparkan oleh perwakilan penulis, Indra Gunawan (PW. Pemuda Persis Jabar). Tampil sebagai pembedah Dr. Taufiqurrahman dan pembanding Jeje Zaenudin, M.Ag. keduanya menyambut antusias diterbitkannya buku ini sebagai sebuah produk konkret kaderisasi. Selain itu, tulisan-tulisan mengenai interaksi Al-Quran dengan permasalahan konkrit kehidupan, masih jarang ditulis khususnya di lingkungan Persatuan Islam. Dr. Taufiqurrahman menyoroti judul tulisan Terorisme dalam Perspektif Al-Quran. “Tulisan ini jelas telah memberikan perspektif berbeda dengan definisi dan asumsi awam mengenai terorisme, meski ujungnya konsekwensi logis dari aktivitas terorisme tetap tercela dalam pandangan Islam”, paparnya.

Dokumentasi PEMBUKAAN MUKTAMAR PERSIS XVI BESERTA OTONOM TASIKMALAYA 24-27 SEPTEMBER


 Presiden RI membunyikan angklung 
pada saat membuka MUKTAMAR XVI PERSIS





Suasana Launching Buku Spirit Al-Quran; Solusi Al-Quran Terhadap Persoalan Global

Ibu-ibu penggembira dari Persistri rela 'ngampar karpet' untuk mengikuti acara Pembukaan Muktamar XIV Persis

Berbeda dengan ibu-ibu yang di atas, ibu-ibu Persistri ini bernasib lebih baik, duduk di kursi dan di bawah teduhnya tenda

Presiden RI, SBY turun dari mobil RI-1

Pak SBY bersama Bu Ani didampingi Suryadharma Ali sedang mendengarkan sambutan Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan

Pidato Kenegaraan Presiden SBY pada Muktamar XIV Persis

Salah satu pengunjung Muktamar XIV Persis tertidur lelap (dekat payung) di belakang para tamu rombongan Presiden

"Metal", gaya anak paling atas sebelah kanan

Tasykil PP. Persatuan Islam berfoto bersama

Tasykil PP. Pemuda Persis Berfoto Bersama

Tasykil PP. Persistri berfoto bersama

Masjid Aisyah (di belakang tenda utama) yang langsung diresmikan oleh Presiden

Sumber : http://pemudapersisgarut.wordpress.com/2010/09/25/foto-story/

TEMA MUKTAMAR XIV PERSIS DALAM PANDANGAN SBY


SBY memberikan sambutan pada Muktamar XIV Persis
Tema yang diangkat pada muktamar Persis kali ini adalah Menegaskan Peran Persis Dalam Menampilkan Wajah Islam Sebagai Rahmatan Lil Alamin. Tema ini menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat tepat karena menegaskan dan meneguhkan kepada kita semua bahwa Islam haruslah menjadi rahmat memberi manfaat bagi manusia dan alam sekitarnya.
SBY menilai tema ini juga penting karena mengajak kita semua untuk menamplan wajah Islam yang teduh, damai dan yang mencerahkan. Islam yang membawa kemaslahatan bagi manusia dan alam semesta.
Masih menurut SBY, sejarah pergerakan Islam di tanah air mencatat bahwa Persis adalah organisasi pembaharuan Islam yang konsisten menegaskan alquran dan sunnah.
“Sejak didirikan di Bandung pada tanggal 12 sep 1923 Persis telah banyak berkiprah melahirkan kontribusi pemikiran, utamanya dalam kajian keislaman yang sangat bermanfat bagi pembangunan umat Islam di tanah air bersama-sama dengan organisasi keagamaan lainya,” kata SBY dihadapan 10.000 massa Persis.
(persis.or.id) SBY menegaskan bahwa Persis selalu tampil dan berjuang untuk menegakan akidah dan menyebarkan syaraiah Islam. Selain itu Persis juga telah menjadi pelopor dalam mencerdaskan dan mencerahkan pemikiran umat. Mempelopori dakwah yang bersifat nasional melalui gerakan tajdid dan pembaharuan.
“Kita mengenal tokoh persis seperti A.hasan, M. Natsir, KH Isa Ansari, KH Latif Mukhtar, KH Mushtafa, KH Shiddiq Amin dan banyak lagi pejuang besar Persis yang telah ikut memberikan sumbangan keislaman yang berharga semasa hidupnya,” tutur SBY.
Usai ceramah Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi membuka muktamar Persis XIV dengan membunyikan angklung yang disediakan di depan panggung kemudian meresmikan Masjid Aisyah wakaf dari H. Omay Komarudin pengusaha telur.
(Sumber : http://persis.or.id/?mod=content&cmd=news&berita_id=1291)

JUSUP KALLA SARANKAN PERAN PERSIS UNTUK DAKWAH MENGIKUTI ZAMAN, DALAM SARANA INTERNET DAN MEDIA ELECTRONIC .


Persis kembali kedatangan tamu istimewa setelah sebelumnya dihadiri oleh rombongan kepresidenan. Kali ini yang datang adalah mantan wakil presiden Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (JK).
JK datang ke Pesantren Benda usai sidang pleno dua Persis pukul 13.30 WIB dan langsung memberikan ceramah umum. Usai ceramah umum JK ditanya salah satu peserta muktamar mengenai pandangan JK selama ini kepada Persis.
“Kita sangat bangga dengan Persis. Generasi saya mengetahui Persis ini adalah gerakan persatuan Islam yang berkembang dengan sangat intelek. Itu ingatan kita. Dakwah Persis banyak dan Persis juga banyak melahirkan buku-buku,” jawab JK dihadapan 750 peserta muktamar.
JK mengetahui Persis merupakan ormas Islam yang sebagain besar anggotanya terkonsentrasi di Jawabarat. Namun menurut JK Jabar tidak hanya dikenal basis Persis saja, masih banyak daerah lainnya yang sudah dikenal basis Persis seperti Bangil yang terkenal dengan pesantren A. Hasannya. Bahkan di Makassar tempat kelahirannya Persis sudah berkembang.
“Persis berkembang lebih baik. Harapan saya Persis tetap pada dasar persatuan yang memiliki pemikiran maju. Artinya pemikirannya senantiasa berkembang dari tahun ke tahun, mengikuti dinamika jaman” kata JK berharap.
JK menggambarkan perkembangan dakwah saat ini haruslah mengikuti perkembangan jaman. Seperti dulu orang berdakwah dengan tulisan tapi sekarang berdakwah lewat televisi, radio dan internet.
Sekarang ini menurut JK dakwah melaui jalur tersebut sudah tidak bisa dihindari lagi. Kalau Persis tidak sepeti itu kata JK maka Persis dilupakan orang.

SIDANG KOMISI A PALING ALOT

Tasikmalaya (26/09).  Pada hari Sabtu (25/09) muktamirin diperdengarkan LPJ Ketua Umum demissioner PP. Pemuda Persis, “Lima tahun sudah, kami tasykil Pimpinan Pusat Pemuda Persis Masaj Jihad 2005-2010, khususnya saya sebagai Ketua Umum yang diberi mandat oleh Muktamirin lima tahun yang lalu, untuk menjalankan roda jam’iyyah Pemuda Persis, telah sampai kepada penghujung masa tugas dalam menunaikan amanah imamah ini”. LPJ setebal 67 halaman ini selesai dibacakan pada Ahad pagi pukul 00.05 WIB.
Pada pukul 07.30 WIB pandangan umum muktamirin menyepakati untuk mensahkan LPJ dan diakhiri mushafahah para peserta. Dalam penutup LPJ, Ketua Uumu yang alumni Pesantren Persis Benda ini mengucapkan wejangan singkat, “Inilah yang telah kami lakukan, dan kami akan menunggu apa yang akan anda lakukan”, ungkapnya.
Setelah LPJ disahkan, para peserta melanjutkan ke sidang komisi-komisi. Sidang dibagi menjadi 3 (tiga) komisi; komisi A membahas QA-QD, komisi B membahas program kerja dan rekomendasi, Komisi C membahas manhaj kaderisasi. Di antara ketiga komisi itu, pembahasan QA-QD lah yang membutuhkan waktu sangat panjang dari pukul 13.00 sampai dengan pukul 23.56. Hal ini menurut laporan para peserta karena diakibatkan ada banyak pasal-pasal yang diamandemen berkaitan kerangka-kerangka tertentu sebagai penegasan mendalam pada otonom kader Persatuan Islam.
Di antara pasal QA yang disidangkan untuk diamandemen adalah Pasal 3, yang sebelumnya hanya berbunyi Bentuk dan Sifat, menjadi Bentuk, Sifat, dan Gerakan. Dalam pasal ini, pemilihan Bentuk Gerakan Dakwah dan Pendidikan lebih difokuskan kepada pembinaan keimanan, keilmuan, dan kepemimpinan kader. Adapun pasal mengenai latar belakang lambang (Pasal 6 di QA-QD sebelumnya), yaitu di Pasal 4 draft amandemen untuk merubah warna latar lambang  menjadi hitam tidak disepakati dan kembali kepada warna latar lambang asalnya. Pasal tentang batasan usia Pemuda Persis yang diajukan oleh BP QA-QD berdasarkan referensi undang-undang kepemudaan, yaitu dari 16 hingga 30 tahun, tidak disepakati dan tetap mengcu pada batasan usia QA-QD sebelumnya. Demikian pula mengenai Pasal 21 mengenai pembidangan, yang dibagi menjadi lima bidang ditolak karena alasan terlalu rumit dalam tataran praktisnya.
Dan yang cukup mengherankan adalah pasal 29 dalam draft amandemen mengenai rangkap anggota dengan ormas dan orpol lainnya yang tidak dipersoalkan lebih jauh sebagaimana pada Muktamar X di Jakarta. (Quy)

Jumat, 24 September 2010

PERSIS, IDEOLOGI PEMBARUAN, DAN MUKTAMAR (Catatan untuk Muktamar 2010)

Penulis : Yudi Wahyudin
SUMBER : http://pemudapersisgarut.wordpress.com/

Konteks kelahiran Persis pada paruh pertama abad 20 disebut masa keemasan pemikiran Islam. Selain masa ini merupakan masa pencarian bentuk, pertarungan pemikiran pada era ini bercorak sangat ideologis. Dalam arti, makna Islam yang luas dipilih secara teliti oleh masing-masing kelompok kemudian dijadikan sebagai basis visinya. Tentu saja sebagai gerakan keagamaan, Persis memiliki corak khas yang dimaksud itu. Di satu sisi, ia bertujuan untuk menghidupkan syari’ah dalam seluruh aspek kehidupan, namun di sisi lain ia memilih –di antara bangunan dan aspek Islam yang luas itu, perlawanan terhadap segala bentuk kejumudan bertindak dan beragama. Dengan memilih aspek ini, ia tidak lahir untuk bersaing dengan Muhammadiyyah –yang lahir lebih tua, dalam membangun lembaga-lembaga sosial yang menurut catatan muridnya terinspirasi oleh Surat Al-Mâ’ûn sebagai wujud dan bentuk kesalihan di lapangan sosial. Bagi Persis, kesalihan dan kesalahan sosial merupakan dampak dari sejauhmana memandang dan meyakini aspek-aspek prinsipil dalam Islam (‘aqîdah). Dengan demikian, pada awalnya kedua ormas itu secara langsung atau tidak langsung telah membangun tradisi pembagian peran strategis dalam bingkai Islam yang sangat luas.

Pada praktiknya, Persis menerjemahkan taklid sebagai sebuah tradisi kejumudan yang secara gamblang menutup rapat pintu ijtihâd dalam aspek ibadah. Bid’ah adalah perilaku yang dilegitimasi sebagai kewajiban agama namun tidak berlandaskan Quran-Sunnah. Sedangkan churafat dan takhayyul merujuk pada mental masyarakat yang masih menyisakan tradisi penyimpangan-penyimpangan aqidah-ibadah akibat persentuhan Islam-Hindu-Budha-Jawa.

Namun kelihatannya sebagian ahli keliru ketika Persis dikategorikan sebagai gerakan modern atau Islam modernis. Kemudian istilah ini secara ideologi harus dihadapkan pada lawannya, yaitu tradisionalis atau fundamentalis-konservatif. Selain hanya sedikit saja aspek yang diperlihatkan oleh Persis secara modern –berkaitan dengan penggunaan fasilitas, modernisme merujuk pada ideologi yang berkembang di zaman kegelapan barat (the dark age) berkaitan dengan kepentingan-kepentingan ekonomi. Latar modernisme adalah perlawanan terhadap feodalisme, namun karena menggugat kelas penguasa tidak cukup dengan pengalihan dan penggunaan fasilitas modern, maka kelompok modern merasa perlu untuk menggunakan jargon-jargon pencerahan untuk menyadarkan masyarakat yang masih berada dalam kungkungan sistem lama (feodalisme) agar tersadarkan dan tercerahkan. Oleh sebab itu, modernisme tidak menganggap titik tolak materialistik sebagai strategi, namun lebih tepat disebut sebagai tujuan modernisme itu sendiri.

Sebaliknya Persis justru berangkat dari pencerahannya. Sehingga dapat difahami bahwa penggunaan fasilitas dan gaya modern tidak lebih merupakan strategi –yang di kemudian hari sangat mungkin berkembang dan berubah dengan ideologi yang masih tetap sama, yaitu melawan kejumudan. Bagi Persatuan Islam, penggunaan jas, sepatu, kelas, dan media massa tidak lebih merupakan strategi sebagai alat bantu pencerahan. Oleh sebab itu, dalam arti ini, Persis tidak hendak ‘membeo’ barat dalam penggunaan hal-hal yang bersifat modern.

Kemudian dari apa yang diperlihatkan oleh pendahulunya, Persis tidak identik dengan gerakan libere –yang berkembang pada tahun 80-an, yang membebaskan gerakannya melawan sekat apapun termasuk agama atau kita menyebutnya sebagai post-modernisme. Hal ini membantah teori yang mengatakan bahwa gerakan liberalisme Islam sebagai anak kandung gerakan tajdid. Sebab Persis dalam banyak aspek sangat dekat dengan fundamentalisme Islam yang tidak mau berkompromi dalam penafsiran teks, khususnya berkaitan dengan teks-teks bertemakan aqidah.

Persoalan Umat dan Muktamar Persis 2010

Namun, saat ini ideologi yang dipilih Persis tidak jelas –untuk tidak mengatakan tidak berideologi. Persis kelihatannya berusaha mengembangkan lembaga-lembaga yang tidak bersinggungan langsung dengan ideologi awal –seperti lembaga amil zakat, lembaga bimbingan haji dan tour, serta lembaga usaha. Bahkan di sisi lain secara tidak sadar melemahkan lembaga dan tradisi yang secara langsung bersinggungan dengan ideologi awal –seperti kajian turâts, inovasi pendidikan, pengembangan media massa, debat publik, dan laboratorium dakwah.

Pemilihan bentuk di atas dalam kacamata perjuangan Islam secara umum sah-sah saja. Namun jika diukur oleh seberapa kuat pengaruh dan implikasi perjuangan yang dilakukan terhadap perubahan masyarakat ke arah yang diinginkan oleh visi, maka kekaburan ideologis ini menjadi sangat bermasalah. Sebab tantangan dan konstalasi ‘medan jihad’ di Indonesia jelas tidak bisa dilakukan oleh satu organisasi seperti Persis. Permasalahan masyarakat kontemporer lebih luas dan kompleks jika hanya harus diselesaikan oleh Persis seorang diri. Oleh sebab itu, dalam momen Muktamar 2010 ini, Persis harus segera memilih fokus sebagai aspek penting yang dianggap ‘biang keladi’ persoalan umat.

Namun kita harus waspada pada rutinitas yang menjadi ‘musuh bersama’ gerakan tajdid. Sebab sebagai gerakan Islam, kita harus meyakini bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Dengan ungkapan ini, kita bisa mengatakan bahwa Muktamar Persis 2010 harus menghasilkan produk yang berkualitas –paling tidak untuk masa depan Islam Indonesia. Sebab jika tidak berbeda dengan muktamar-muktamar sebelumnya, Persis mengalami kerugian. Apalagi jika produk Muktamar 2010 lebih buruk dari muktamar-muktamar sebelumnya, hal itu menandakan bahwa Persis telah tertipu. Tentu saja melihat kualitas produk antara satu muktamar ke muktamar lain diukur oleh visi dan tujuan jam’iyyah itu sendiri atau dengan kata lain Ideologi Jam’iyyah.

Mengenai persoalan ini, dalam Risalah No.45-46-47/Th.VI/1967, pernah dimuat tausiyyah Al-Ustadz E. Abdurrahman ketika melantik salah satu Pimpinan Cabang. Dalam poin Bagaimana Menilai Kemadjuan Djam’iyyah, beliau menegaskan, “Perbedaan tjara berfikir, bertindak dan berbitjara itu menjebabkan perbedaan penilaian…oleh sebab itu, sebuah djam’ijjah jang bergerak dalam lapangan pendidikan, akan merasa ketinggalan, bila melihat djam’ijjah yang bergerak dibidang politik…Persis mengamankan dan mengamalkan Quran-Hadits, maka dalam lingkungan yang tidak sefaham dengan Persis akan terasa bahwa Persis itu diisolir, atau meng-isolir diri, sebab hukum tidak mungkin kompromi. Persis meng-isolir diri dari himpunan main djudi, sebab ‘aqîdah lebih utama dari djam’ijjah. Persis meng-isolir diri dari lingkungan Nasakom, sekalipun diantjam akan dibubarkan, sebab lebih mudah mengurbankan djam’ijjah daripada ‘aqîdah, lebih mudah mengurbakan harta dan djiwa daripada mengurbankan ‘aqîdah dan hukum2 dari Allah. Oleh karena itu, djangan masuk Persis, bila bukan untuk mengadji dan mengkadji, dan djangan mendjadi anggota Persis bila denganja mengharap kedudukan di DPR.”

Sedangkan dalam poin Apa Artinya Perbedaan Lapangan, beliau menguraikan aspek-aspek yang dipilih Persis sebagai ideologi gerakannya, “Seorang tukang batu jang iri hati melihat tukang kaju, adalah tukang batu jang tidak sadar akan nilai diri dan pekerdjaannja. Tukang batu dan tukang kaju ke-dua2-nja penting. Bila ke-dua2-nja meninggalkan pekerdjaan atau bertukar kerdja akan menimbulkan kekatjauan. Demikian pula halnja, seorang anggota Persis jang iri melihat anggota suatu parpol, atau berangan berwibawa seperti anggota ABRI, adalah anggota jang tak tahu nilai diri dan pekerdjaannja. Sesungguhnja tiap2 bidang hendaklah digarap demi kemadjuan dan terbinanja bangunan negara jang utuh….namun itupun harus dilakukan dengan ichlâsh, dengan tidak iri pada penggarap2 lain dibidang lain, atau berangan hendak merangkapnja sekaligus.”

Ungkapan di atas menyiratkan –meski dalam konteks dan waktu yang berbeda, perlunya seorang pemimpin memahami pokok persoalan, tujuan, lapangan jihad, dan penilaian (evaluasi) sebuah jam’iyyah. Persoalan ‘tukang kaju’ jelas berbeda dengan ‘tukang batu’. Oleh sebab itu tentu memiliki tujuan dan cara penilaian masing-masing yang berbeda. Selain harus terwujudnya pembagian peran antar ormas, masing-masing ormas pun wajib memilih tugas yang dianggap penting menurut penilaian dan tujuannya.

Sebagai musyawarah yang memiliki kedaulatan tertinggi dalam Jam’iyyah, Muktamar Persis 2010 harus segera menegaskan ideologi jam’iyyah mengenai ‘Kemadjuan’ serta ‘Perbedaan Lapangan’-nya di tengah semarak dan bertaburannya ormas lain. Sebab sampai saat ini –setelah era ideologis membias, perdebatan mengenai visi ideologis ikut meredup. Muktamar disibukkan oleh hal-hal bersifat teknis, perubahan beberapa redaksional QA-DQ, dan rencana program yang kurang realistis. Selebihnya adalah rekomendasi-rekomendasi reaktif mengenai persoalan-persoalan yang kurang lebih sama-sama diangkat oleh ormas lain dengan sudut pandang yang serupa.

Sebagai organisasi tajdid, Muktamar Persatuan Islam 2010 harus mampu menyatakan akar persoalan umat –yang menjadi biang keladi kecarutmarutan moral serta penyelewengan-penyelewengan lainnya, secara spesifik dengan analisis yang cukup memadai. Setelah akar tersebut ditemukan, maka perlawanan terhadap akar persoalan inilah yang menjadi ideologi Persatuan Islam dalam setiap kerangka jihadnya. Hal ini kemudian akan berimbas pada pertanyaan-pertanyaan seputar kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan, baik itu berupa aturan, pembentukan lembaga, serta program-program yang akan dilaksanakan.

Sebagai contoh, ketika Persatuan Islam pertama kali didirikan, para penggeraknya menyatakan bahwa persoalan kemunduran Islam adalah merebaknya pelecehan terhadap agama, baik berupa faham-faham kebangsaan sempit (‘ashabiyyah), mistisme-dinamisme (churafât), mitologi (takhayyul), dan perilaku-perilaku agama tanpa landasan dalil yang benar (bid’ah). Akar persoalan ini, menurut Persatuan Islam, mengantarkan orang Islam pada keterjajahan. Persatuan Islam seolah-olah hendak mengatakan –sesuai dengan isyarat hadits dari riwayat Imam Abu Daud dan Imam Ahmad dari Tsauban, bahwa mentalitas umat muslim yang seperti buih-lah (ghutsâ-an) yang menjadi biang keladi keterpurukannya. Ashabiyyah, churafat, takhayyul, dan bid’ah merupakan manifestasi dari mental buih yang ‘tong kosong nyaring bunyinya’, kekurangfahaman, kelemahan pengamalan agama, serta kuantitas tanpa kualitas.

Oleh karena kesadaran ini, maka kemudian strategi yang diterapkan adalah mengadji dan mengkadji Al-quran dan Hadits. Strategi ini adalah simbol dari penguatan pengetahuan terhadap syari’ah, memperdalam ilmunya, memilah yang benar dan salah menurut syari’ah, menguji dan mengkaji keyakinan lain berdasarkan standar syari’ah, serta menyebarkan keyakinan yang telah diuji kebenarannya oleh syari’ah.

Saat ini, kelihatannya pemilihan topik yang sama –yaitu melawan TBC dan kawan-kawan, tidak dibarengi kesadaran yang sama tapi kelihatannya lebih ikut-ikutan tren sejarah. Sebagai bukti, jika Persatuan Islam masih bergerak mewacanakan pencerahan kesadaran dalam bingkai mengadji dan mengkadji Al-Quran dan Hadits, mengapa semangat mengkaji dan mengaji Quran-hadits hanya cukup melalui tabligh? mengapa banyak pesantren yang dimiliki Persis tidak lagi mewarnakan kajian turâts? bahkan ikut-ikutan pada tren Departemen Agama dengan sistem madrasinya? Mengapa juga sampai saat ini, rencana mendirikan perguruan tinggi yang berwibawa dan dapat menjadi pilar keilmuan vis a vis pendidikan sekuler tidak pernah terwujud? Bahkan basis kurikulum dan materi ajar di perguruan tinggi yang dimiliki Persis masih juga menggunakan pandangan dunia (world view) yang sangat sekuler? Di sisi lain, mengapa juga kita lebih memprioritaskan, misalnya, pembenahan lembaga amil zakat dan lembaga bimbingan haji ketimbang lembaga dakwah serta inovasinya, seperti pembangunan media dakwah, baik elektronik maupun cetak? Dimanakah Persatuan Islam ketika hedonisme berkembang biak di mall-mall? Di manakah Persatuan Islam ketika standar ‘kemadjuan’ yang dianggap oleh seluruh lapisan masyarakat –termasuk anggota dan penggerak jam’iyyah sendiri, harus bersifat materialistik? Di manakah kita saat pemikiran-pemikiran bid’ah dan dhalâlah dalam bentuk sekulerisme, feminisme, pluralisme, dan liberalisme berkembang biak di media-media elektronik dan cetak? Kapankah proyek pencetakan ashhâbun, hawwâriyyûn, mujâhid, mujtahid dimulai, jika generasi muda Persis dan anak-anak ‘ulamâ Persatuan Islam masih terbuai sejarah dan tanpa pembinaan pendidikan yang sejalan dengan karakter mujaddid? Kapankah kita –setelah generasi yang layak memimpin itu tiba, tidak lagi ikut-ikutan sistem demokrasi dalam memilih imam jam’iyyah dengan menyerahkannya pada majority vote (suara terbanyak)? Bukankah menyadarkan bahwa semua itu salah adalah tugas kita?

Renungan Akhir

Pada Muktamar ke VIII tahun 1967, redaksi Majalah Risalah menyiapkan Alaskata (editorial) yang sangat menyentuh. Dalam tulisan itu, redaksi memberikan judul, “Konsepsi Sudah Terlalu Banjak, Kegiatan Bertindak Sangat Kurang”. Editorial ini menyoroti ironi muktamar pada umumnya yang berisi perdebatan panjang, ‘gelanggang adu gulat’, bagi-bagi rizki, serta berebut kedudukan. Ironinya bertambah ketika uang berhamburan untuk memeriahkan ‘pesta keagungan organisasi Islam’, namun pada saat yang sama, mesjid, pesantren, tabligh, majalah-majalah mati kekurangan tenaga dan dana. Sebagai orang awam, kita berfikir bahwa ternyata hasil-hasil muktamar tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkannya. Kita berlindung kepada Allah dari ironi-ironi ini, oleh sebab itu, marilah berdoa dan bekerja, semoga Muktamar Persatuan Islam 2010 ini benar-benar menuju mardhâtillah. Wallahu’alam

Minggu, 12 September 2010

MASYUMI : Inspirasi Pergerakan Islam Modern Yang Takkan Memudar dari Generasi ke Generasi

posting : alittihadnews.blogspot.com

email    : al.ittihad41@yahoo.com

Sumber: http://pustakadigital-buyanatsir.blogspot.com/


MASYUMI lahir sebagai Wadah Persatuan Perjuangan Umat Islam Indonesia
Gerbang Kemerdekaan Indonesia pada akhirnya terbuka juga atas berkat Rahmat Allah SWT sebagai klimaks dan titik puncak (kulminasi) perjuangan setelah bangsa dan anak bangsa ini mengalami fase – fase panjang mempertaruhkan jiwa raga demi satu kata MERDEKA. Jadi tidaklah benar jika kemerdekaan ini merupakan hadiah dari jepang, yang benar janji me-merdekakan itu adalah sebuah propaganda jepang sebagai pemimpin asia dan saudara tua disertai pula dengan janji me-merdekakan bangsa asia dari penjajahan bangsa eropa dan sekutunya.
Sementara para pemimpin pergerakan termasuk diantaranya Kyai Haji Mas Mansur yang tergabung dalam empat serangkai bersama dengan Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Ki Hajar Dewantoro secara terus menerus mengobarkan semangat perlawanan rakyat untuk perjuangan kemerdekaan dengan menggalang umat islam dalam PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), perlawanan yang gigih ditunjukkan oleh laskar – laskar hizbullah dan laskar – laskar pembela tanah air, juga serangkaian jalan panjang diplomasi akhirnya berbuah manis dengan berdirinya milisi peta (cikal bakal TNI), berdirinya satu wadah kekuatan ummat Islam MASJUMI (cikal bakal Partai MASJUMI) dan lahirnya badan – badan lain yang dibentuk sebagai upaya untuk mempersiapkan Indonesia Merdeka (BPUPKI dan PPKI).
Bukti besarnya peran ummat Islam dalam membidani kemerdekaan terlihat jelas dari bendera tentara PETA yang juga mencantumkan lambang bulan dan bintang yang banyak diasumsikan sebagai simbol perjuangan ummat Islam.
Bulan Bintang sebagai simbol perjuangan
Lambang bulan bintang dalam masyarakat Islam pada umumnya mengesankan sebagai simbol Islam meskipun tidak bisa diingkari bahwa tidak menutup kemungkinan adanya tafsir yang berbeda terhadap simbol dan lambang bulan bintang tersebut. Simbol bulan bintang di masa lalu pernah digunakan sebagai tanda gambar Sarekat Islam sebagai cikal bakal Pergerakan Islam dan pernah pula digunakan sebagai tanda gambar Partai Masyumi yang merupakan cikal bakal Pergerakan Islam Modern. [1]


Pada tanggal 7 dan 8 November 1945 diadakan Muktamar atau Konggres Umat Islam Indonesia di Yogyakarta yang dihadiri oleh hampir semua tokoh berbagai organisasi Islam dari masa sebelum perang serta masa pendudukan Jepang. Kongres memutuskan untuk mendirikan majelis syuro pusat bagi ummat Islam Indonesia, Masjumi yang dianggap sebagai satu-satunya partai politik bagi ummat Islam. Pada awal pendirian Masjumi, hanya empat organisasi yang masuk Masjumi yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Perikatan Ummat Islam, dan Persatuan Ummat Islam. Setelah itu, barulah organisasi-organisasi Islam lainnya ikut bergabung ke Masjumi antara lain Persatuan Islam (Bandung), Al-Irsyad (Jakarta), Al-Jamiyatul Washliyah dan Al-Ittihadiyah (keduanya dari Sumatera Utara). Selain itu, pada tahun 1949 setelah rakyat di daerah-daerah pendudukan Belanda mempunyai hubungan leluasa dengan rakyat di daerah-daerah yang dikuasai oleh RI, banyak di antara organisasi Islam di daerah pendudukan itu bergabung dengan Masjumi. Mudahnya persyaratan untuk masuknya sebuah organisasi Islam ke dalam Masjumi menjadi salah satu penyebab banyaknya organisasi-organisasi Islam yang masuk ke dalamnya. Namun hal yang paling penting mengenai alasan meraka masuk ke dalam Masjumi dikarenakan semua pihak merasa perlu bergabung dan memperkuat barisan Islam.
Penyebaran Masjumi dapat dikatakan sangat pesat dan cepat. Hampir di seluruh wilayah Indonesia terdapat cabang Masjumi atau organisasi-organisasi Islam yang bergabung dengan Masjumi. Di samping afiliasi organisasi-organisasi tadi, faktor lain yang menyebabkan Masjumi cepat berkembang ialah peranan ulama di masing-masing daerah serta Ukhuwah Islamiyah yang relatif tinggi pada masa-masa sesudah revolusi.[2]


MASYUMI dan Pencapaian Gemilang Pemilu 1955
Hasil penghitungan suara dalam Pemilu 1955 menunjukkan bahwa Masyumi mendapatkan suara yang signifikan dalam percaturan politik pada masa itu. Masyumi menjadi partai Islam terkuat, dengan menguasai 20,9 persen suara dan menang di 10 dari 15 daerah pemilihan, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara Selatan, dan Maluku. Namun, di Jawa Tengah, Masyumi hanya mampu meraup sepertiga dari suara yang diperoleh PNI, dan di Jawa Timur setengahnya. Kondisi ini menyebabkan hegemoni penguasaan Masyumi secara nasional tak terjadi.
Berikut hasil Pemilu 1955:
  1. Partai Nasional Indonesia (PNI) - 8,4 juta suara (22,3%)
  2. Masyumi - 7,9 juta suara (20,9%)
  3. Nahdlatul Ulama - 6,9 juta suara (18,4%)
  4. Partai Komunis Indonesia (PKI) - 6,1 juta suara (16%)
Dari pemilu 1955 ini, Masyumi mendapatkan 57 kursi di parlemen. [3]
Jejak Panjang Perjuangan Masyumi untuk ummat dan bangsa tidak bisa begitu saja dihapuskan, di era kekinian Masyumi tetap menjadi inspirasi paling aktual dan relevan bagi dunia kepartaian dan perpolitikan di tanah air.
Masyumi lahir dari ide besar yakni Islamic Modernization, sebagai partai ia bisa dibubarkan tetapi sebagai ide besar ia akan tetap muncul dalam bentuk yang lain.
Nostalgia kebesaran Masyumi memang tetap terasa hingga saat ini, penulis banyak menjumpai para orang tua di desa – desa yang menjadi saksi hidup sistem multi partai pada pemilu 1955, mereka masih bisa menggambarkan bagaimana hangatnya persaingan diantara partai – partai saat itu, kontestansi partai politik yang besar mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat yang hampir semua larut dalam euphoria demokrasi yang meluap –luap, itulah Pesta Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang pertama dan terbesar pasca kemerdekaan.
Diantara saksi – saksi hidup itu kebanyakan masih bisa menghafal Hymne/Mars Partai Masyumi yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut :
Bismillah mari kita memilih Lambang Bulan Bintang Putih Atas Dasar Hitam nan Bersih Tanda Gambar Masyumi
Partai Berjasa Nusa dan Bangsa Demi Setia Agama Partai Berjasa Nusa dan Bangsa Demi Setia Agama
Menurut salah seorang saksi menjelang akhir tahun 50-an kekuatan Nasakom yang melingkari kekuasaan Bung Karno semakin besar bahkan PKI terus menerus mencari jalan untuk lebih dekat lagi dan menguatkan posisinya di pusat kekuasaan, Pada sisi yang lain Masyumi yang menjadi oposisi loyal dan sering memperingatkan bung karno akan ancaman bahaya laten komunisme yang anti tuhan tak urung menjadi target fitnah dan target “untuk dihabisi” secara politik.
Penulis mendengar penuturan para saksi sejarah dengan seksama bahwa saat itu suhu politik meninggi terasa hingga ke desa – desa, penggalangan massa dalam bentuk mimbar- mimbar bebas diadakan oleh kader – kader PKI yang mengaku sebagai barisan penyelamat soekarno, biasanya mereka membuka orasinya dengan slogan – slogan sebagai berikut :
Merdeka !!!
Hidup Bung Karno !!!
Hidup Nasakom !!!
Ganyang Masjumi !!!

Kuatnya sentimen anti Masyumi yang di produksi dan direproduksi itulah yang kelak bermuara dalam bentuk opsi pembubaran partai Masyumi

Cendawan yang tumbuh di musim penghujan
Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 melalui Keppres Nomor 200/1960 tanggal 15 Agustus 1960 lantaran beberapa tokoh terasnya dicurigai terlibat dalam gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Pembubaran Masyumi pada masa rezim Soekarno tersebut menancapkan luka yang mendalam bagi para tokoh ummat Islam saat itu, Masyumi telah menjadi tumbal sejarah justru di tengah masa-masa kejayaannya.
Konon setelah berakhirnya periode Masyumi, Keluarga Besar Bulan Bintang mengalami kevakuman politik namun beberapa saksi mengutip dan menggarisbawahi pesan Buya Mohammad Natsir bahwa :

Keluarga Besar Bulan Bintang harus bisa hidup, berkarya dan berjuang dimana saja untuk kepentingan ummat, bangsa dan negara laksana cendawan yang tumbuh di musim penghujan. [4]
MASYUMI dan Diskriminasi Politik Rezim Orde Lama
Pada akhir tahun 1960 Soekarno menerbitkan Keppres Nomor 200/1960 tanggal 15 Agustus 1960, yang isinya membubarkan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Namun pelaksanaan pembubaran itu harus dilakukan sendiri oleh Masyumi dan PSI. Jika dalam tempoh seratus hari kedua partai itu tidak membubarkan diri, maka partai itu akan dinyatakan sebagai partai terlarang. Sebab itulah Ketua Umum Masyumi Prawoto Mangkusasmito dan Sekjennya Muhammad Yunan Nasution, mengeluarkan pernyataan politik membubarkan Masyumi, mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah.

Presiden Soekarno, pada akhir tahun 1960. Soekarno menerbitkan Keppres Nomor 200/1960 tanggal 15 Agustus 1960, yang isinya membubarkan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Namun pelaksanaan pembubaran itu harus dilakukan sendiri oleh Masyumi dan PSI. Jika dalam tempoh seratus hari kedua partai itu tidak membubarkan diri, maka partai itu akan dinyatakan sebagai partai terlarang. Sebab itulah Ketua Umum Masyumi Prawoto Mangkusasmito dan Sekjennya Muhammad Yunan Nasution, mengeluarkan pernyataan politik membubarkan Masyumi, mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah.
Apa yang ada di kepala orang Masyumi waktu itu ialah Soekarno mulai menjadi diktator dan negara makin bergerak ke arah kiri. Dalam perhitungan mereka, tanpa Masyumi, maka kekuatan PKI akan semakin besar dan sukar dibendung. PNI sebagai representasi kelompok nasionalis, telah dintrik dan diintervensi oleh kekuatan kiri melalui kelompok Ali Sastroamidjojo dan Surachman. Kendatipun memiliki basis massa yang besar, elit politisi NU dibawah pimpinan Idham Chalid dan Saifuddin Zuhri, takkan kuat menghadapi Soekarno dan PKI sendirian. Apalagi, makin nampak kecenderungan akomodatif NU untuk menerima posisi representasi kelompok agama dalam poros Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis), suatu hal yang ditentang keras oleh Masyumi. Tokoh-tokoh Masyumi memang dihadapkan pada dilema dengan Keppres 200/1960 itu. Menolak melaksanakan pembubaran diri, berarti secara hukum, partai itu akan dinyatakan sebagai partai terlarang. Karena itu, mereka memilih alternatif yang juga tidak menyenangkan yakni membubarkan diri, dengan harapan suatu ketika partai itu akan hidup kembali, jika situasi politik telah berubah. Prawoto sendiri mengatakan, Keppres 200/1960 itu ibarat vonis mati dengan hukuman gantung, sementara eksekusinya dilakukan oleh si terhukum itu sendiri. Memang terasa menyakitkan.
Meskipun Masyumi telah membubarkan diri, dan tokoh-tokohnya yang terlibat dalam PRRI telah memenuhi panggilan amnesti umum dan mereka menyerah, namun perlakuan terhadap mereka tetap saja jauh dari hukum dan keadilan. Tokoh-tokoh Masyumi yang menyerah itu, Natsir, Sjafruddin Prawiranegara dan Boerhanoeddin Harahap ditangkapi. Bahkan mereka yang tidak terlibat PRRI seperti Prawoto, Mohamad Roem, Yunan Nasution, Isa Anshary, Kasman Singodimedjo, Buya Hamka dan yang lain, juga ditangkapi tanpa alasan yang jelas. Bertahun-tahun mereka mendekam dalam tahanan di Jalan Keagungan, Jakarta, tanpa proses hukum. Ini terang suatu bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan Sukarno. Tokoh utama PSI, Sutan Sjahrir bahkan mendekam dalam penjara di sebuah pulau di lautan Hindia, di sebelah selatan daerah Banten. Dalam kondisi tahanan yang buruk, Sjahrir sakit, sampai akhirnya wafat walau mendapat perawatan di Swiss. Tokoh PSI yang lain, Soebadio Sastrosatomo dan Hamid Algadri juga ditahan. Perlakuan terhadap anak-anak dan keluarga orang Masyumi di masa itu hampir sama saja dengan perlakuan keluarga PKI di masa Orde Baru. Ketika itu PKI sedang jaya. Ketika mereka sedang jaya, mereka juga membantai orang-orang Masyumi di Madiun tahun 1948, dan menculik dan menghilangkan paksa orang-orang Masyumi di Jawa Barat dan tempat-tempat lain. Hendaknya sejarah jangan melupakan semua peristiwa ini. Di era Reformasi sekarang, banyak aktivis HAM hanya berbicara tentang orang-orang PKI pasca G 30 S yang menjadi korban pembantaian Orde Baru, tetapi mereka melupakan orang-orang Masyumi yang menjadi korban pembantaian dan penghilangan paksa PKI, ketika mereka masih jaya-jayanya.
Diskriminasi atas Masyumi pada masa rezim orde lama berlanjut dengan kebijakan politik rezim orde baru yang menolak merehabilitasi Partai Masyumi. [5]

Sejumlah Fakta Tentang MASYUMI yang patut kita ketahui

1. Masyumi lahir sebagai sebuah Parpol yang berwawasan modern, Masyumi berjuang demi sebuah "modern nation-state" dibanding partai-partai lainnya seperti yang dinyatakan oleh Martin Van Bruinesen

2. Masyumi banyak menyalurkan aspirasi politik umat Islam sebelum pecah - diawali oleh PSII (1947) dan disusul oleh NU (1951), namun sedikit banyak Masyumi telah berhasil mempersatukan semua golongan Islam

3. Bila dibandingkan dengan Partai NU, PSII, PSI, bahkan juga PKI, Masyumi adalah sebuah partai yang non sektarian. Masyumi bisa di bilang parpol yang "less primordial" dan "less komunal". Dan ini dipimpin oleh priyayi relegius dan kyai modernis.

4. Partisipasi Masyumi dalam kabinet-kabinet parlementer meningkat setapak demi setapak. Pada 1948, Syafruddin Prawiranegara sempat sejenak sebagai Pejabat Presiden dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukit Tinggi. Dalam dasawarsa 50-an, beberapa tokoh Masyumi berhasil memegang posisi Perdana Manteri, yakni Mohammad Natsir, Dr. Sukiman Wirjosandjojo, dan Mr. Burhanuddin Harahap.

5. Masyumi, dengan rekan-rekannya, PSI dan Partai Katolik adalah penganjur utama sistem "zaken kabinet", yaitu kabinet yang disusun berdasarkan kriteria keahlian (business cabinet) dan melibatkan apa yang disebut sebagai "administrator" dan bukan "solidarity maker". "Administrator" adalah pemimpin-pemimpin yang mempunyai keahlian administratif, tekhnis, legal, dan bahasa asing yang diperlukan untuk menjalankan perangkat-perangkat modern yang khas dalam sebuah negara modern.

6. Di bidang ekonomi, Syafruddin Prawiranegara berperan besar dalam mengusulkan maupun melaksanakan pengeluaran "Oeang kertas RI" atau uang "ORI".

7. Dalam percaturan politik, Masyumi mempunyai sahabat-sahabat, dan yang terdekat adalah Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Partai Katolik

8. Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peranan Masyumi, dengan diajukannya serta disetujuinya Mosi Integral dari Mohammad Natsir [6]


PENUTUP
Setelah Masyumi dibubarkan pada tahun 196o, sejak itu seluruh keluarga besar Masyumi selalu menyebut dirinya dengan istilah “Keluarga Besar Bulan Bintang” atau “Keluarga Besar Bintang Bulan”. Saat ini ditengah pragmatisme yang membadai dalam kehidupan pergerakan perlu kiranya kita menggelorakan lagi reaktualisasi ideologi Masyumi, dengan tentunya memperhatikan perkembangan zaman. Islam diyakini sebagai agama universal dan “rahmatan lil ‘Alamin”. Prinsip-prinsip ajaran sosial dan politik Islam yang universal itu perlu ditransformasikan ke dalam rumusan ideologis untuk dijadilkan landasan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan umat Islam dan bangsa Indonesia di negeri ini.

SUMBER :
[1] Mimpi Yang Memanggil untuk menjadi the next MASYUMI 1, Badrut Tamam Gaffas, http://bulanbintang.wordpress.com/2007/12/21/mimpi-yang-memanggil-untuk-menjadi-the-next-masyumibagian-1/
[2] Berdirinya Masyumi, Ahmad Fathul Bari, http://ahmadfathulbari.multiply.com/journal/item/13
[3] Majelis Syuro Muslimin Indonesia, Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Syuro_Muslimin_Indonesia
[4] Mimpi Yang Memanggil untuk menjadi the next MASYUMI, Badrut http://bulanbintang.wordpress.com/2007/12/21/mimpi-yang-memanggil-untuk-menjadi-the-next-masyumibagian-2/
[5] Kebijakan Orde Baru, Masyumi dan Islam, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, http://yusril.ihzamahendra.com/2008/01/31/kebijakan-orde-baru-terhadap-masyumi-dan-islam/
[6] Sejumlah Fakta Tentang Masyumi yang patut kita ketahui, Ivan Harimurti, Komunitas Islam Ideologis Penyambung Lidah Perjuangan Masyumi, http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=116681015032100

Jumat, 03 September 2010

MENGENANG SEJARAH PERSIS DARI MASA KE MASA




Kurang dari sebulan lagi, Persatuan Islam (Persis) beserta otonomnya akan mengadakan muktamar ke-I4, tepatnya tanggal 25-27 September 2010 yang akan diselenggarakan di dua kota, Tasikmalaya dan Garut. Untuk menyegarkan kembali semangat kejamiyyahan mari sejenak kita tengok kembali bagaimana kiprah Persis sepanjang sejarahnya.
Lahirnya Persis Diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan cirri dan karateristik yang khas.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam.
Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam Al Quran Surat 103 : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang (aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai”. Serta sebuah hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Kekuatan Allah itu bersama al-jama’ah”.
Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku Api Sejarah (Salamadani Publishing, Oktober 2009, hal. 470-483) menulis bahwa atas prakarsa Haji Zamzam (1894-1952 M) dan Haji Yunus di Bandung pada 30 Muharram 1342 H/Rabu Legi, 12 September 1923 M. didirikan organisasi masyarakat Persatuan Islam (Persis) untuk menyatukan pemahaman keislaman di masyarakat Indonesia dengan berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Persis yang banyak dipengaruhi aliran Wahabiyah, Arab Saudi, ini tampil berdakwah sekaligus menentang segala praktik-praktik keagamaan yang berasal dari luar ajaran Islam.
Selain berupaya memurnikan akidah umat Islam, juga—menurut Ahmad Mansur—menentang imperialis Barat, Kerajaan Protestan Belanda dan pemerintahan kolonial Belanda yang bercokol di Indonesia.
“Para ulama aktivis organisasi ini, semuanya berupaya membangkitkan kesadaran beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara serta menumbuhkan kesadaran bersyariah Islam. Pada umumnya, para aktivis menggunakan dana pribadi dalam aktivitas gerakannya,” tulis Ahmad Mansur.
Dalam bukunya, Ahmad Mansur Suryanegara juga menguraikan tentang biografi A.Hassan sejak kelahiran sampai mendirikan Persis di Bandung dan Bangil. Bahkan, disebutkan bahwa A.Hasan merupakan tokoh yang menolak asas gerakan kebangsaan atau nasionalisme yang sedang diperjuangkan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Islam Indonesia (PII), Persatuan Muslimin Indonesia (Permi), dan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) (baca hal.478).
Dakwah yang dilakukan A.Hassan melalui Persis dengan gerakan pemurnian mendapat tantangan dari masyarakat, bahkan berdebat dengan Mama Adjengan Gedong Pesantren Sukamiskin dan KH.Hidayat dengan latar belakang budaya Sunda.
Tujuan dan Aktifitas Persis
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah. Hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.
Untuk mencapai tujuan jam’iyyah, Persis melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4 Maret 1936. dari pesantren Persis ini kemudian berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal (Taman kanak-kanak) hingga perguruan tinggi.
Kemudian menerbitkan berbagai buku, kitab-kitab, dan majalah antara lain majalah Pembela Islam (1929), majalah Al-Fatwa, (1931), majalah Al-Lissan (1935), majalah At-taqwa (1937), majalah berkala Al-Hikam (1939), Majalah Aliran Islam (1948), majalah Risalah (1962), majalah berbahasa Sunda (Iber), serta berbagai majalah yang diterbitkan di cabang-cabang Persis.
Selain pendidikan dan penerbitan, kegiatan rutin adalah menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis maupun permintaan dari cabang-cabang Persis, undangan-undangan dari organisasi Islam lainnya, serta masyarakat luas.
Kepemimpinan Persatuan Islam
Kepemimpinan Persis periode pertama (1923 1942) berada di bawah pimpinan H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Muhammad Natsir yang menjalankan roda organisasi pada masa penjajahan kolonial Belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ketika semua organisasi Islam dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis bergerak sendiri-sendiri menentang usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala Jepang. Hingga menjelang proklamasi kemerdekaan Pasca kemerdekaan.
Persis mulai melakukan reorganisasi untuk menyusun kembali system organisasi yang telah dibekukan selama pendudukan Jepang, Melalui reorganisasi tahun 1941, kepemimpinan Persis dipegang oleh para ulama generasi kedua diantaranya KH. Muhammad Isa Anshari sebagai ketua umum Persis (1948-1960), K.H.E. Abdurahman, Fakhruddin Al-Khahiri, K.H.O. Qomaruddin Saleh, dll.
Pada masa ini Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil; pemerintah Republik Indonesia sepertinya mulai tergiring ke arah demokrasi terpimpin yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno dan mengarah pada pembentukan negara dan masyarakat dengan ideology Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom).
Setelah berakhirnya periode kepemimpinan K.H. Muhammad Isa Anshary, kepemimpinan Persis dipegang oleh K.H.E. Abdurahman (1962-1982) yang dihadapkan pada berbagai persoalan internal dalam organisasi maupun persoalan eksternal dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang menyesatkan seperti aliran pembaharu Isa Bugis, Islam Jama’ah, Darul Hadits, Inkarus Sunnah, Syi’ah, Ahmadiyyah dan faham sesat lainnya.
Kepemimpinan K.H.E. Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A. Latif Muchtar, MA. (1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses regenerasi dari tokoh-tokoh Persis kepada eksponen organisasi otonom kepemudaannya. (Pemuda Persis).
Pada masa ini terdapat perbedaan yang cukup mendasar: jika pada awal berdirinya Persis muncul dengan isu-isu kontrobersial yang bersifat gebrakan shock therapy paa masa ini Persis cenderung ke arah low profile yang bersifrat persuasive edukatif dalam menyebarkan faham-faham al-Quran dan Sunnah.
Pada masa ini Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang lebih realistis dan kritis. Gerak perjuangan Persis tidak terbatas pada persoalan persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas kepada persoalan-persoalan strategis yang dibutuhkan oleh umat Islam terutama pada urusan muamalah dan peningkatan pengkajian pemikiran keislaman.
Di bawah kepemimpinan KH. Shiddiq Amienullah, anggota simpatisa Persis beserta otonomnya tercatat kurang lebih dari tiga juta orang yang tersebar di 14 provinsi dengan 7 pimpinan wilayah, 33 Pimpinan Daerah dan 258 Pimpinan Cabang.
Bersama lima organisasi otonom Persis, yakni Persatuan Islam Istri (Persistri), Pemuda Persis, Pemudi Persis, Himpunan Mahasiswa (HIMA) Persis, Himpunan Mahasiswi Persis, aktifitas Persis telah meluas ke dalam aspek-aspek lain tidak hanya serangkaian pendidikan, penerbitan dan tabligh.
Tetapi aktifitas Persis meluas ke berbagai bidang garapan yang dibutuhkan oleh umat Islam melalui bidang pendidikan (pendidikan dasar, menengah hingga perguruan tinggi), dakwah, bimbingan haji, perzakatan, social ekonomi, perwakafan, dan perkembangan fisik yakni pembangunan-pembangunan masjid dengan dana bantuan kaum muslimin dari dalam dan luar negeri, menyelenggarakan berbagai seminar, pelatihan dan diskusi pengkajian Islam.
Demikian pula fungsi Dewan Hisbah sebagai lembaga tertinggi dalam pengambilan keputusan hokum Islam di kalangan Persis serta Dewan Tafkir semakin ditingkatkan aktiftasnya dan semakin intensif dalam penelaahan berbagai masalah hokum keagamaan, perhitungan hisab, dan kajian social semakin banyak dan beragam. 

Oleh : admin

 

Dari Berbagai SUMBER



Kamis, 02 September 2010

SEMARAK RAMADHAN AL ITTIHAD 1431 H

Pembukaan Semarak Ramadhann Dari Qoyyim Al-Itthad .



Sambutan Dari Ust. Ayi Juandi




Sambutan Dari Ketua Panitia Kang Edin



Sambutan Dari Pak Baryat Soni





Sambutan Dari Ketua Rw.07



 Serah Terima Pembukaan Bazar Semarak Ramadhan Al-Ittihad


Panitia 


Lomba Mewarnai 


PANITIA SEMARAK RAMADHAN